PENDAHULUAN
Seiring
perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan
dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang
memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan
dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan mengacu pada
suatu proses untuk menggerakkan sekumpulan manusia menuju ke suatu tujuan yang
telah ditetapkan dengan mendorong mereka bertindak dengan cara yang tidak
memaksa. Kepemimpinan yang baik menggerakkan manusia ke arah jangka panjang,
yang betul-betul merupakan kepentingan mereka yang terbaik. Arah tersebut bisa
bersifat umum, seperti penyebaran Islam ke seluruh dunia, atau khusus seperti
mengadakan konferensi mengenai isu tertentu. Walau bagaimanapun, cara dan
hasilnya haruslah memenuhi kepentingan terbaik orang-orang yang terlibat dalam
pengertian jangka panjang yang nyata. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam
upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari
kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti
pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.
Kepemimpinan juga
ada yang bersifat resmi (forrmal
leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpun di dalam suatu jabatan. Ada
pula kepemimpinan karena pengakuan masyarakat akan kemampuan seseorang untuk
menjalankan kepemimpinan[1].
Kepemimpinan yang resmi di dalmnya harus berada di atas landasan-landasan atau
peraturan-peraturan resmi. Sehingga dengan demikian daya cakupnya agak
terbatas. Kepemimpinan tidak resmi, mempunyai ruang lingkup tanpa batas-batas
resmi, karena kepemimpinan demikian berdasarkan atas pengakuan dan kepercayaan
masyarakat[2].
Fenomena
kepemimpinan dapat dijelaskan melalui konsep-konsep dasar berikut:
- Kepemimpinan adalah suatu daya yang mengalir dengan cara yang tidak diketahui antara pemimpin dengan pengikutnya, mendorong para pengikut supaya mengerahkan tenaga secara teratur menuju sasaran yang dirumuskan bersama.
- Kepemimpinan juga mewarnai dan diwarnai oleh media, lingkungan, dan iklim di mana dia berfungsi
- Kepemimpinan senantiasa aktif, bisa saja berubah-ubah derajatnya, intensitasnya dan keluasannya
- Kepemimpinan bekerja menurut, prinsip, alat dan metode yang pasti dan tetap.
Dalam
pandangan Islam, kepemimpinan merupakan amanah dan tanggungjawab
yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinnya,
tetapi juga akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Jadi, pertanggungjawaban
kepemimpinan dalam Islam tidak hanya bersifat horizontal-formal sesama
manusia, tetapi bersifat vertical-moral, yakni tanggungjawab kepada
Allah Swt di akhirat nanti. Seorang pemimpin akan dianggap lolos dari
tanggungjawab formal di hadapan orang-orang yang dipimpinnya, tetapi belum
tentu lolos ketika ia bertanggungjawab di hadapan Allah Swt. Nabi Muhammad SAW
juga mengingatkan agar menjaga amanah kepemimpinan, sebab hal itu akan
dipertanggungjawabkan, baik didunia maupun diakhirat.
Nabi Saw. bersabda:
Artinya: “Telah
menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Syu'aib bin Laits telah
menceritakan kepadaku bapakku Syu'aib bin Laits telah menceritakan
kepadaku Laits bin Sa'ad telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abu
Habib dari Bakr bin 'Amru dari Al Harits bin Yazid Al Hadhrami
dari Ibnu Hujairah Al Akbar dari Abu Dzar dia berkata, saya
berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai
(pejabat)?" Abu Dzar berkata, "Kemudian beliau menepuk bahuku dengan
tangan beliau seraya bersabda: "Wahai
Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan
amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa
yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar". (
Hadits Riwayat Abu Dzar r.a., (Sahih Muslim, No. 3404)).[3]
Nabi Saw. bersabda:
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Muhammad
bin Ala' dia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari
Buraid bin Abdullah dari Abu Burdah dari Abu Musa dia
berkata, "Saya dan dua orang anak pamanku menemui Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, salah seorang dari keduanya lalu berkata, "Wahai Rasulullah,
angkatlah kami sebagai pemimpin atas sebagian wilayah yang telah diberikan
Allah Azza Wa Jalla kepadamu." Dan seorang lagi mengucapkan perkataan
serupa, maka beliau bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan
memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang rakus terhadapnya." (Hadits
Riwayat Abu Musa ra., (Shahih Muslim, No. 3402))[4].
Sedangkan konsep
kepemimpinan dalam Islam itu sendiri sebenarnya memiliki dasar-dasar yang
sangat kuat dan kokoh. Ia dibangun tidak saja oleh nilai-nilai transendental,
namun telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW,
para Shahabat dan Al-Khulafa’ Al-Rosyidin. Pijakan kuat yang bersumber dari
Al-qur’an dan Assunnah serta dengan bukti empiriknya telah menempatkan konsep
kepemimpinan. Islam sebagai salah satu model kepemimpinan yang diakui dan
dikagumi oleh dunia internasional.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
a. Pengertian Secara Umum
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemmapuan seseorang
(yaitu pemimpin atau leader) untuk
mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya)[5]. Sehingga
orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin
tersebut. Secara
etimologi kepemimpinan berarti Khilafah, Imamah, Imaroh, yang mempunyai makna
daya memimpin atau kualitas seorang pemimpin atau tindakan dalam memimpin.
Sedangkan secara terminologinya adalah suatu kemampuan untuk
mengajak orang lain agar mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Dengan kata lain, kepemimpinan adalah upaya untuk mentransformasi-kan semua
potensi yang terpendam menjadi kenyataan. Tugas dan tanggung jawab seorang
pemimpin adalah menggerakkan dan mengarahkan, menuntun, memberi mutivasi serta
mendorong orang yang dipimpin untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan.
Sedangkan tugas dan tanggungjawab yang dipimpin adalah mengambil peran aktif
dalam mensukseskan pekerjaan yang dibebankannya. tanpa adanya kesatuan komando
yang didasarkan atas satu perencanaan dan kebijakan yang jelas, maka
rasanya sulit diharapkan tujuan yang telah ditetapkan akan tercapai dengan
baik.
b.
Pengertian Menurut Para Ahli
Ada banyak
definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang
masing-masing, definisi- definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa
kesamaan
- Menurut Moejiono, 2002 : Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia.
- Menurut Tead, Terry, Hoyt (dalam Kartono, 2003), kepemimpinan adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
- Menurut Young (dalam Kartono, 2003), kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
- Menurut Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya.
B. Ciri-Ciri
Seorang Pemimpin
· Kepemimpinan
Yang Efektif. Untuk menjadi
pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah
buku. Guru manajeman
terkenal, Peter Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat:
"pondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi
organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata.
·
Kepemimpinan
Karismatik. Max Weber, seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang
membahas kepemimpinan karismatik. Lebih dari
seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani
yang berarti "anugerah") sebagai "suatu sifat tertentu dari
seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang
sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak
daya-daya istimewa.
Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap
sebagai kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi.
Nabi Muhammad saw bersabda: bahwa pemimpin suatu kelompok
adalah pelayan kelompok tersebut. Oleh karena itu, pemimpin hendaklah melayani
dan menolong orang lain untuk maju. Beberapa ciri penting yang menggambarkan
kepemimpinan Islam adalah sebagai berikut:
·
Setia. Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada
Allah.
·
Tujuan. Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan
kepentingan kelompok tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan Islam yang lebih
luas.
·
Berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam. Pemimpin terikat dengan peraturan
Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang pada perintah syariat. Waktu
mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika
berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham.
· Pengemban Amanah. Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang
disertai oleh tanggung jawab yang besar.
الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي اْلأَرْضِ
أَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا
عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS.Al-Hajj : 41).[6]
Nabi
Saw. bersabda:
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada
kami Al Mughirah bin Abdurrahman Al Hizami dari Abu Az Zannad
dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: Barang siapa
mentaatiku sungguh dia telah mentaati Allah, dan barangsiapa bermaksiat
kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa metaati seorang
pemimpin sungguh dia telah mentaatiku, dan siapa saja bermaksiat kepada seorang
pemimpin maka dia telah bermaksiat kepadaku. Dan telah menceritakan
kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Uyainah
dari Abu Az Zinad dengan isnad ini, namun dia tidak menyebutkan,
'Barangsiapa bermaksiat kepada seorang pemimpin.” (Hadits Riwayat Abu Hurairah
ra., (Shahih Muslim, No. 3417)).[7]
C. Tugas dan Metode
Secara
sosiologis, tugas-tugas pokok seorang pemimpin adalah[8]:
·
Memberikan suatu kerangka pokok yang
jelas yang dapat dijadikan pegangan bagi pengikut-pengikutnya.
·
Mengawasi, mengendalikan serta
menyalurkan perilaku warga masyarakat yang dipimpinnya.
·
Bertindak sebagai wakil kelompok kepada
dunia di luar kelompok yang dipimpin.
Suatu
kepemimpinan (leadership) dapat
dilaksanakan atau diterapkan dengan berbagai cara (metode). Cara-cara tersebut
lazimnya dikelompokan kedalam kategori-kategori, sebagai berikut[9]:
- Cara-cara otoriter, yang ciri-ciri pokoknya adalah sebagai berikut:
Ø Pemimpin
menentukan segala kegiatan kelompok secara sepihak.
Ø Pengikut
sama sekali tidak diajak untuk ikut serta merumuskan tujuan kelompok dan
cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Ø Pemimpin
terpisah dari kelompok dan seakan-akan tidak ikut dalam proses interaksi
didalam kelompok besar
- Cara-cara demokratis dengan ciri-ciri umum sebagai berikut:
Ø Secara
musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga atau anggota kelompok untuk ikut
serta dalam merumuskan tujuan-tujuan yang harus dicapai kelompok, serta
cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Ø Pemimpin
secara aktif memberikan saran dan petunjuk-petunjuk
Ø Ada
kritik positif, baik dari pemimpin maupun pengikut-pengikut.
Ø Pemimpin
secara aktif ikut berpartisipasi di dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
- Cara-cara bebas dengan ciri-ciri pokok, sebagai berikut:
Ø Pemimpin
menjalankan peranannya secara pasif
Ø Penentuan
tujuan yang akan dicapai kelompok sepenuhnya diserahkan kepada kelompok
Ø Pemimpin
hanya menyediakan sarana yang diperlukan kelompok
Ø Pemimpin
berada di tengah-tengah kelompok, namun dia hanya berperan sebagai penonton.
D. Perkembangan Kepemimpinan dan
Sifat-sifat Seorang Pemimpin
Kepemimpinan
merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil
diamika interaksi sosial. Sejak semula terbentuknya suatu kelompok sosial,
seseorang atau beberapa orang diantara warga-warganya melakukan peranan yang
lebih aktif dari pada rekan-rekannya, sehingga orang tadi atau beberapa orang
tampak lebih menonjol dari yang lainnya, Itulah asal mula timbulnya
kepemimpinan[10],
yang kebanyakan timbul dan berkembang dalam struktur sosial yang kurang stabil[11]. Munculnya
seorang pemimpin merupakan hasil dari suatu proses dinamis yang sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan kelompok. Apabila pada saat tersebut muncul seorang
pemimpin, maka kemungkinan besar kelompok-kelompok tersebut akan mengalami
disintegrasi[12].
Sifat-sifat yang disyaratkan bagi seorang pemimpin, tidaklah sama pada setiap
masyarakat. Walaupun tidak jarang ada persamaan-persamaan disana-sini. Di
kalangan masyarakat Indonesia, sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh seorang
pemimpin, antara lain dapat dijumpai dalam apa yang merupakan warisan
tradisional Indonesia, misalnya dalam “Asta Brata” yang merupakan kumpulan
seloka dalam Ramayana, yang memuat ajarana Sri Rama kepada Bharata, yaitu
adiknya dari lain ibu[13]. Menurut
Asta Brata, pada diri seorang raja terkumpul sifat-sifat dari delapan Dewa yang
masing-masing mempunyai kepribadian sendiri. Kedelapan sifat dan kepribadian
itulah yang harus dijalankan oleh seorang raja (pemimpin) yang baik[14].
Menurut
Asta Brata, sebuah kepemimpinan akan
berhasil jika memenuhi syarat-syarat
berikut:[15]
- Indra-brata, yang memberi kesenangan dalam jasmani
- Yama-brata, yang menunjuk pada keahlian dan kepastian hukum
- Surya-brata, yang menggerakan bawahan dengan mengajak mereka untuk bekerja persuasion.
- Caci-brata, yang memberi kesenangan rohaniah
- Bayu-brata, yang menunjukan keteguhan pendidikan dan rasa tidak segan-segan untuk turut merasakan kesukaran-kesukaran pengikut-pengikutnya.
- Dhana-brata, menunjukan pada suatu sikap yang patut dihormati
- Paca-barta, yang menunjukan kelebihan di dalam ilmu pengetahuam, kepandaian, dan keterampilan.
- Agni-brata, yaitu sifat memberikan semangat kepada anak buah[16].
Demikianlah
beberapa sifat atau syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik
menurut mitologi Indonesia. Sifat-sifat tersebut dengan perubahan disana-sini
dapat diterapkan pula dalam kepemimpinan yang modern9. Berbeda halnya dengan
persyaratan pemimpin dalam islam:
(QS Al-Furqan : 74)
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ
أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا
Artinya:
“Dan orang orang yang berkata: "Ya
Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”.[17]
E.
Kepemimpinan dalam Islam
a. Hukum dan Tujuan Menegakkan
Kepemimpinan
Imam Al-mawardi dalam Al-ahkam Al sulthoniyah
menyinggung mengenai hukum dan tujuan menegakkan kepemimpinan. beliau
mengatakan bahwa menegakkan kepemimpinan dalam pandangan Islam adalah
sebuah keharusan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Lebih
lanjut, beliau mengatakan bahwa keberadaan pemimpin (imamah) sangat penting,
artinya, antara lain karena imamah mempunyai dua tujuan: pertama: Likhilafati
an-Nubuwwah fi-Harosati ad-Din, yakni sebagai pengganti misi kenabian untuk
menjaga agama. Dan kedua: Wa sissati ad-Dunnya, untuk memimpin
atau mengatur urusan dunia. Dengan kata lain bahwa tujuan suatu kepemimpinan
adalah untuk menciptakan rasa aman, keadilan, kemasylahatan, menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar, mengayomi rakyat, mengatur dan menyelesaikan
problem-problem yang dihadapi masyarakat. Dari sinilah para ulama’ berpendapat
bahwa menegakkan suatu kepemimpinan (Imamah) dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah suatu keniscayaan (kewajiban). Sebab imamah merupakan syarat
bagi terciptanya suatu masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam
keadilan serta terhindar dari kehancuran dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh
karena itu, tampilnya seorang pemimpin yang ideal yang menjadi harapan komponen
masyarakat menjadi sangat urgen.
b. Kriteria Pemimpin yang Ideal dalam Islam
- Seorang pemimpin harus mempunyai sifat adil (‘adalah)
Nabi Saw.
bersabda:
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Ibrahim dari Muslim telah menceritakan kepadaku
Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Syababah telah
menceritakan kepadaku Warqa` dari Abu Az Zinad dari Al A'raj
dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Seorang imam itu ibarat
perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari
musuh) dengan (kekuasaan) nya. Jika seorang imam (pemimpin) memerintahkan
supaya takwa kepada Allah 'azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (imam) akan
mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia (imam) memerintahkan selain itu,
maka ia akan mendapatkan siksa". (Hadits Riwayat Abu Hurairah ra.,
(Shahih Muslim, No. 3428)).[18]
- Memiliki pengetahuan untuk memanage persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Sehat panca indranya seperti pendengaran, penglihatan dan lisannya. Sehingga seorang pemimpin bisa secara langsung mengetahui persoalan-persoalan secara langsung bukan dari informasi atau laporan orang lain yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
- Sehat anggota badan dari kekurangan. Sehingga memungkinkan seorang pemimpin untuk bergerak lebih lincah dan cepat dalam menghadapi berbagai persoalan ditengah-tengah masyarakat.
- Seorang pemimpin harus mempunyai misi dan visi yang jelas. bagaimana memimpin dan memanage suatu Negara secara berstruktur, sehingga ada perioritas tertentu, mana yang perlu ditangani terlebih dahulu dan mana yang dapat ditunda sementara.
- Seorang pemimpin harus mempunyai keberanian dan kekuatan. Dalam hal ini seorang pemimpin harus mempunyai keberanian dan kekuatan dalam menegakkan hukum dan keadilan.
- Harus keturunan Quraisy. Namun menurut pandangan Ibnu Khaldun dalam Muqoddimah-Nya bahwa, hadits “Al Aimmatu min Quraisyin” (HR. Ahmad dari Anas bin Malik) tersebut dapat dipahami secara konstektual, bahwa hak pemimpin itu bukan pada etnis Quraisy-nya, melainkan pada kemampuan dan kewibawaannya. Pada masa Nabi Muhammad Saw orang yang memenuhi persyaratan sebagai pemimpin dan dipatuhi oleh masyarakat adalah dari kaum Quraisy. Oleh karena itu, apabila pada suatu saat ada orang yang bukan dari Quraisy tapi punya kemampuan dan kewibawaan, maka ia dapat diangkat sebagai pemimpin termasuk kepala Negara.
c. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Islam
Sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam
memberikan prinsip-prinsip dasar dan tata nilai dalam mengelola organisasi atau
pemerintahan.
Prinsip-prinsip atau nilai-nilai tersebut antara lain:
- Prinsip Tauhid. Prinsip tauhid merupakan salah satu prinsip dasar dalam kepemimpinan Islam (baca: pemerintahan Islam). Sebab perbedaan akidah yang fundamental dapat menjadi pemicu dan pemacu kekacauan suatu umat. oleh sebab itu, Islam mengajak ke arah satu kesatuan akidah di atas dasar yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, yaitu tauhid. Dalam alqur’an sendiri dapat ditemukan dalam surat An-nisa’ 48, Ali imron 64 dan surat al Ikhlas.
- Prinsip Musyawarah (Syuro). Musyawarah berarti mempunyai makna mengeluarkan atau mengajukan pendapat. Dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat, paling tidak mempunyai tiga cara:
Ø Keputusan yang ditetapkan oleh
penguasa.
Ø Kepeutusan yang ditetapkan pandangan
minoritas.
Ø Keputusan yang ditetapkan oleh
pandangan mayoritas, ini menjadi ciri umum dari demokrasi, meski perlu
diketahui bahwa “demokrasi tidak identik dengan syuro” walaupun syuro
dalam Islam membenarkan keputusan pendapat mayoritas, hal itu tidak bersifat
mutlak.
Dalam Al-quran ada beberapa ayat yang berbicara tentang
musyawarah.
Ø Pertama: musyawarah dalam konteks
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti
menyapih anak. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat al-Baqarah ayat 233.
Ø Kedua: musyawarah dalam konteks
membicarakan persoalan-persoalan tertentu dengan anggota masyarakat, termasuk
di dalamnya dalam hal berorganisasi. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat
Ali-Imran ayat 158.
- Prinsip Keadilan (Al-’adalah). Dalam memanage pemerintahan, keadilan menjadi suatau keniscayaan, sebab pemerintah dibentuk antara lain agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur.
Nabi Saw. bersabda:
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair
bin Harb dan Ibnu Numair mereka berkata; telah menceritakan kepada
kami Sufyan bin 'Uyainah dari 'Amru -yaitu Ibnu Dinar- dari 'Amru
bin Aus dari Abdullah bin 'Amru, -dan Ibnu Numair dan Abu Bakar
mengatakan sesuatu yang sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan
dalam haditsnya Zuhair- dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Orang-orang yang
berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar (panggung) yang terbuat dari
cahaya, di sebelah kanan Ar Rahman 'azza wajalla -sedangkan kedua tangan Allah
adalah kanan semua-, yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil
dalam keluarga dan adil dalam melaksanakan tugas yang di bebankan kepada mereka”.
(Hadits Riwayat Abu Bakar ra., (Shahih Muslim, No. 3406)).[19]
Dalam al-Qur’an, kata al-’Adl dalam
berbagai bentuknya terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak ada empat
makna keadilan yang dikemukakan oleh ulama.
Ø Pertama: adil dalam arti sama. Artinya tidak
menbeda-mbedakan satu sama lain. Persamaan yang dimaksud adalah persamaan
hak. Ini dilakukan dalam memutuskan hukum. Sebagaimana dalam al qur’an surat
an-Nisa’ 58.
Ø Kedua: adil dalam arti seimbang. Di sini
keadilan identik dengan kesesuaian. Dalam hal ini kesesuaian dan
keseimbangan tidak mengharuskan persamaan kadar yang besar dan kecilnya
ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya. Ini sesuai dengan al-Qur’an dalam
surat al infithar 6-7 dan Al-Mulk: 3.
Ø ketiga: adil dalam arti perhatian terhadap
hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada pemiliknya.
Ø Keempat: keadilan yang dinisbatkan kepada
Allah Swt. Adil di sini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya
eksistensi.
- Prinsip Kebebasan (al-Hurriyah). Kebebasan dalam pandangan al-Qur’an sangat dijunjung tinggi termasuk dalam menentukan pilihan agama sekaligus. Namun demikian, kebebasan yang dituntut oleh Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan di sini juga kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain.
d. Kepemimpinan Rasulullah SAW
Kepemimpinan Rasulullah Saw
tidak bisa terlepas dari kehadiran beliau yaitu sebagai pemimpin spiritual dan
pemimpin rakyat. Prinsip dasar dari kepemimpinan beliau adalah keteladanan.
Dalam memimpin beliau lebih mengutamakan Uswah Al- hasanah pemberian
contoh kepada para shahabatnya. Sebagaimana digambarkan dalam Al-qur’an:
وَإِنَّكَ
لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Keteladanan Rasulullah Saw
antara lain tercermin dalam sifat-sifat beliau, diantaranya:
- Shiddiq, artinya jujur, tulus. Kejujuran dan ketulusan adalah kunci utama untuk membangun sebuah kepercayaan.
- Amanah, artinya dapat dipercaya. Amanah dalam pandangan Islam ada dua yaitu: bersifat teosentris yaitu tanggungjawab kepada Allah Swt, dan bersifat antroposentris yaitu yang terkait dengan kontak sosial kemanusiaan.
- Tabligh, artinya menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan. Dalam hal ini adalah risalah Allah Swt. Betapapun beratnya resiko yang akan dihadapi, risalah tersebut harus tetap disampaikan dengan sebaik-baiknya.
- Fathonah, artinya cerdas. Kecerdasan Rasulullah Saw yang dibingkai dengan kebijakan mampu menarik simpati masyarakat arab. dengan sifat Fathonahnya, rmampu memanage konflik dan problem-problem yang dihadapi ummat pada waktu itu.
Dalam kepemimpinannya, Rasulullah
Saw juga menggunakan pendekatan persuasif dan tidak menggunakan dengan
kekerasan atau represif. Kemudian juga ada tiga sifat (moral)
kepemimpinan yang dimiliki oleh Nabi Saw.
- Pertama, azizi alaihi ma anittum (berat dirasakan oleh Nabi penderitaan orang lain). Dalam bahasa modern sifat ini, disebut sense of crisis, yaitu kepekaan atas kesulitan rakyat yang ditunjukan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung.
- Kedua, harishun‘alaikum (amat sangat berkeinginan agar orang lain aman dan sentosa). Dalam bahasa modern sifat ini dinamakan sense of achievement, yaitu semangat yang menggebu-gebu agar masyarakat dan bangsa meraih kemajuan. Tugas pemimpin antara lain memang menumbuhkan harapan dan membuat peta jalan politik menuju cita-cita dan harapan kita.
- Ketiga, raufun Rahim (pengasih dan penyayang). Allah Swt adalah Tuhan Yang Maha Pengaisih lagi Maha Penyayang, Nabi Muhammad Saw adalah juga pengasih dan penyayang. Orang-orang beriman wajib meneruskan kasih sayang Allah dan Rasul itu dengan mencintai dan mengasihi umat manusia. Kasih sayang (rahman) adalah pangkal kebaikan. Tanpa kasih sayang sulit dibayangan seseorang bisa berbuat baik. Kata Nabi, “Orang yang tak memiliki kasih sayang, tak bisa diharap kebaikan drinya.”
Bagi ulama besar dunia, Rasyid
Ridha, tiga moral ini wajib hukumnya bagi pemimpin. Karena tanpa ketiga moral
ini, seorang pemimpin, demikian Ridha, bisa dipastikan ia tidak bekerja untuk
rakyat, tetapi untuk kepentingan diri, keluarga, dan kelompok saja. Maka,
betapa pentingnya moral pemimpin.
KESIMPULAN
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan
juga ada yang bersifat resmi (forrmal
leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpun di dalam suatu jabatan. Kepemimpinan
tidak resmi, mempunyai ruang lingkup tanpa batas-batas resmi, karena
kepemimpinan demikian berdasarkan atas pengakuan dan kepercayaan masyarakat. Dalam
pandangan Islam, kepemimpinan merupakan amanah dan tanggungjawab
yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinnya,
tetapi juga akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Seorang pemimpin
akan dianggap lolos dari tanggungjawab formal di hadapan orang-orang yang
dipimpinnya, tetapi belum tentu lolos ketika ia bertanggungjawab di hadapan
Allah Swt. Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan agar menjaga amanah
kepemimpinan, sebab hal itu akan dipertanggungjawabkan, baik didunia maupun
diakhirat. Kepemimpinan (Leadership)
adalah kemmapuan seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau
pengikut-pengikutnya), sedangkan menurut Moejiono, 2002 : Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari
ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia.
Nabi Muhammad saw bersabda bahwa
pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut. Oleh karena itu, pemimpin
hendaklah melayani dan menolong orang lain untuk maju dan memiliki beberapa
ciri, diantaranya: Setia, memiliki
tujuan
bersama, berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam, pengemban Amanah. Dan cara-cara yang
harus diterapkan oleh seorang pemimpin, diantaranya: Secara otoriter,
demokratis, bebas. Sementara itu didalam isalm seorang pemimpin dikatakan sudah
ideal apabila ia memenuhi kriteria berikut, diantaranya: Mempunyai sifat adil (‘adalah),
memiliki pengetahuan yang luas, sehat panca indranya, sehat anggota badan dari
kekurangan, mempunyai misi dan visi yang jelas, mempunyai keberanian dan
kekuatan, harus keturunan Quraisy. Kepemimpinan Rasulullah Saw tidak bisa
terlepas dari kehadiran beliau yaitu sebagai pemimpin spiritual dan pemimpin
rakyat. Prinsip dasar dari kepemimpinan beliau adalah keteladanan. Keteladanan
Rasulullah Saw antara lain tercermin dalam sifat-sifat beliau, diantaranya: Shiddiq, amanah,
tabligh, fathonah. Dalam kepemimpinannya,
Rasulullah Saw juga menggunakan pendekatan persuasif dan tidak menggunakan
dengan kekerasan atau represif. Kemudian juga ada
tiga sifat (moral) kepemimpinan yang dimiliki oleh Nabi Saw.
- Pertama, azizi alaihi ma anittum (berat dirasakan oleh Nabi penderitaan orang lain). Dalam bahasa modern sifat ini, disebut sense of crisis, yaitu kepekaan atas kesulitan rakyat yang ditunjukan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung.
- Kedua, harishun‘alaikum (amat sangat berkeinginan agar orang lain aman dan sentosa). Dalam bahasa modern sifat ini dinamakan sense of achievement, yaitu semangat yang menggebu-gebu agar masyarakat dan bangsa meraih kemajuan. Tugas pemimpin antara lain memang menumbuhkan harapan dan membuat peta jalan politik menuju cita-cita dan harapan kita.
- Ketiga, raufun Rahim (pengasih dan penyayang). Allah Swt adalah Tuhan Yang Maha Pengaisih lagi Maha Penyayang, Nabi Muhammad Saw adalah juga pengasih dan penyayang. Orang-orang beriman wajib meneruskan kasih sayang Allah dan Rasul itu dengan mencintai dan mengasihi umat manusia. Kasih sayang (rahman) adalah pangkal kebaikan. Tanpa kasih sayang sulit dibayangan seseorang bisa berbuat baik. Kata Nabi, “Orang yang tak memiliki kasih sayang, tak bisa diharap kebaikan drinya.”
Bagi ulama besar dunia, Rasyid
Ridha, tiga moral ini wajib hukumnya bagi pemimpin. Karena tanpa ketiga moral
ini, seorang pemimpin, demikian Ridha, bisa dipastikan ia tidak bekerja untuk
rakyat, tetapi untuk kepentingan diri, keluarga, dan kelompok saja. Maka,
betapa pentingnya moral pemimpin.
Pootnote:
[1] Soerjono Soekanto, “Sosiologi
Suatu Pengantar”, Kekuasaan, Wewenang dan
Kepemimpinan, Jakarta, 1990, hal. 288.
[2] Ibid.,
[3] Kumpulan &
Referensi Belajar HaditsSumber : http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih
Muslim “Kitab Kepemimpinan”.
[4] Ibid.,
[5] Soerjono Soekanto, “Sosiologi
Suatu Pengantar”, Kekuasaan, Wewenang dan
Kepemimpinan, Jakarta, 1990, hal. 288.
[7] Kumpulan &
Referensi Belajar HaditsSumber : http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih
Muslim “Kitab Kepemimpinan”.
[8] Soerjono Soekanto, “Sosiologi
Suatu Pengantar”, Kekuasaan, Wewenang dan
Kepemimpinan, Jakarta, 1990, hal. 294.
[10] Soerjono Soekanto, “Sosiologi
Suatu Pengantar”, Kekuasaan, Wewenang dan
Kepemimpinan, Jakarta, 1990, hal. 289.
[11] Ibid.,
[12] Ibid.,
[13] Ibid.,
[14] Ibid.,
[15] Soerjono Soekanto, “Sosiologi
Suatu Pengantar”, Kekuasaan, Wewenang dan
Kepemimpinan, Jakarta, 1990, hal. 291.
[16] Ibid.,
[18] Kumpulan &
Referensi Belajar HaditsSumber : http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih
Muslim “Kitab Kepemimpinan”.
[19] Kumpulan &
Referensi Belajar HaditsSumber : http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih
Muslim “Kitab Kepemimpinan”.
DAFTAR PUSTAKA
- Ahmad Sunarto, dkk. 1993. Kitab Tarjamah Shahih Bukhari. Semarang. CV. Asy Syifa’.
- Arman Arroisi. 1995. Refleksi Ajaran Tuhan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
- H.U. Saifuddin ASM. 2000. Percikan Hadits. Bandung. Mudzakarah.
- Imam Nawawi. 1999.Terjemah Riyadhus Shalihin. Jilid 1. Jakarta. Pustaka Imani.
- M. Taufik Rahman, Ph.D. 2011. Glosari Teori Sosial. Bandung. Ibnu Sina Press.
- Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
- Sofyan Efendi. Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber : Kumpulan Hadits dari Shahih Muslim & Shahih Bukhari.http://hadith.alislam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IN
- Sofyan Efendi. Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber : Al-qur’an dan Terjemahannya. http://hadith.al islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND
- Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi. Yogyakarta. Graha Ilmu.