Auguste Comte : Sosiologi Positivis
Prancis (1798-1857)
Latar
Belakang (Riwayat Hidup)
Auguste Comte yang
lahir di Montpililer, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak seseorang
bangsawan yang berasal dari keluarga berdarah Katolik. Namun, di perjalanan
hidupnya Comte tidak menunjukkan loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga
kepada Katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh suasana pergolakan
social, intelektual dan politik pada masanya.
Pada tahun 1844 Comte
bertemu seorang perempuan yang bernama Clotilde de Vaux. Walaupun, Comte sangat
mencintainya hingga akhir hayat Clotilde tidak pernah menerima cinta Comte
karena sudah memiliki suami, walau suaminya jauh dari Clotilde de Vaux
meninggal pada tahun 1846 karena penyakit yang menyebabkan tipis harapan sembuhnya
dan Clotilde masih terpisah dengan suaminya.
Pada tahun-tahun terakhir
masa hidupnya, Comte mengalami gangguan kejiwaan. Comte wafat di Paris pada
tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetiere du Pere Lachaise.
Pandangan
Terhadap Sosiologi
Auguste Comte,
melihat perubahan-perubahan yang disebabkan adanya ancaman terhadap tatanan
social, menganggap bahwa perubahan tersebut tidak saja bersifat positif seperti
berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat, tetapi juga berdampak negative.
Salah satu dampak negative tersebut adalah terjadinya konflik antarkelas dalam
masyarakat. Menurut Comte konflik-konflik tersebut terjadi karena hilangnya
norma atau pegangan (normless) bagi masyarakat dalam bertindak. Comte berkaca
dari apa yang terjadi dalam masyarakat Perancis ketika itu (abad ke-19).
Setelah pecahnya Revolusi Perancis, masyarakat Perancis dilanda konflik
antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi karena masyarakat tidak lagi
mengetahui bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa
saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan social masyarakat.
Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala social. Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum social tersebut menjadi sebuah ilmu. Ia hanya memberi istilah bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah “Sosiologi”. Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya Rules of Sosiological Method. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya Sosiologi, Suguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi.
Comte jelaslah dapat terlihat progretivitasnya dalam memperjuangkan optimisme dari pergolakan realitas social pada masanya, dengan ilmu social yang sistematis dan analitis. Comte dikelanjutan sistematisasi dari observasi dan analisanya, Comte menjadikan ilmu pengetahuan yang dikajinya ini terklarifikasi atas dua bagian, yaitu social statik dan social dinamik.
Social static dan social dinamik hanya untuk memudahkan analitik saja terbagi dua, walapun begitu keduanya bagian yang integral karena Comte jelas sekali dengan hokum tiga tahapnya memperlihatkan ilmu pengetahuan yang holistic. Static social menerangkan perihal nilai-nilai yang melandasi masyarakat dalam perubahannya, selalu membutuhkan social order karenanya dibutuhkan nilai yang disepakati bersama dan berdiri atas keinginan bersama, dapat dinamakan hokum atau kemauan yang berlaku umum. Sedangkan social dinamik, ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perkembangan masyarakat atau gerak sejarah masyarakat kepada arah kemajuannya.
Pemandangan Comte rasanya
dapat terlihat dalam penjabarannya mengenai ilmu pengetahuannya, yang
mengidamkan adanya tata yang jelas mengendapkan keteraturan social dan kemajuan
perkembangan serta pemikiran masyarakat kea rah positif. Sebagai seorang
ilmuwan Comte mengharapkan sesuatu yang ideal tetapi, dalam hal ini Comte
berbenturan dengan realitas social yang menginginkan perubahan social secara
cepat, revolusi social.
Comte terpaksa memberikan stigma negative terhadap konflik, lentupan-lentupan yang mnegembang melalui konflik dalam masyarakat karena akan menyebabkan tidak tumbuhnya keteraturan social yang nantinya mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme social, anarkisme intelektual. Keteraturan social tiap fase perkembangan social (sejarah manusia) harus sesuai perkembangan pemikiran manusia dan pada tiap proses fase-fasenya (perkembangan) bersifat mutlak dan universal, merupakan inti ajaran Comte.
Comte terpaksa memberikan stigma negative terhadap konflik, lentupan-lentupan yang mnegembang melalui konflik dalam masyarakat karena akan menyebabkan tidak tumbuhnya keteraturan social yang nantinya mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme social, anarkisme intelektual. Keteraturan social tiap fase perkembangan social (sejarah manusia) harus sesuai perkembangan pemikiran manusia dan pada tiap proses fase-fasenya (perkembangan) bersifat mutlak dan universal, merupakan inti ajaran Comte.
Hasil
Karya
Comte menganggap pernikahannya dengan Caroline merupakan kesalahan terbesar, berlanjutnya kehidupan Comte yang mulai memiliki kestabilan emosi ditahun 1830 tulisannya mengenai “Filsafat Positif” (Cours de Philosohie Positiv) terbit sebagai jilid pertama, terbitan jilid yang lainnya bertebaran hingga tahun 1842.
Tiga hal ini dapat menjadi ciri pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yatu :
1. Membenarkan dan menerima gejala sebagai kenyataan.
2. Mengumpulkan dan
mengklasifikasi gejala itu menurut hokum yang menguasai mereka.
3. Memprediksi fenomena-fenomena yang akan dating berdasarkan hokum-hukum itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
3. Memprediksi fenomena-fenomena yang akan dating berdasarkan hokum-hukum itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
ALBION WOODBURRY SMALL (11 Mei 1854 – 24 Maret 1926)
·
LATAR
BELAKANG
Albion Woodburry Small lahir pada tanggal 11 Mei 1584 di Buckfield,
Maine. Ia pernah bersekolah di Andover Newton Theological School pada tahun
1876-1879. Setelah lulus dari Andover Newton Theological School, Albion
Woodburry Small melanjutkan pendidikannya di Universitas Leipzig dan
Universitas Berlin. Ia mempelajari tentang sejarah, ekonomi social dan politik.
Pada tahun 1888 sampai dengan tahun 1889, Albion Woodburry Small belajar sejarah di John Hopkins University di Baltimore, Maryland. Pada waktu yang sama Albion Woodburry Small juga mengajar di Univrsitas Colby.
Pada tahun 1892, ia mendirikan Departemen Sosiologi yang pertama di Unversitas Chicago. Ia memimpin departemen ini selama 30 tahun lebih. Pada tahun 1895, ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul “The American Journal Of Sociology” yang berisikan tentang catatan ilmu kemasyarakatan orang Amerika. Ia sangat berpengaruh dalam penempatan sosiologi sebagai bidang ilmu yang diakui untuk studi akademis.
Albion Woodburry Small telah menjabat sebagai seorang sejarahwan sosiologi. Karyanya yang berjudul “General Sociology” yang berarti ilmu kemasyarakatan umum, merupkan bagian terpenting dari semua karya yang telah dihasilkannya. Albion Woodburry Small meninggal dunia pada tanggal 24 maret 1926 di Amerika Serikat
PENGERTIAN SOSIOLOGI MENURUT ALBION WOODBURRY SMALL
Albion Woodburry Small mengemukakan pengertian sosiologi sebagai kepentingan social yang menyatakan bahwa kepentingan berada ditangan manusia pribadi mapun kelompok dan dapat dikategorikan kedalam masalah-masalah seperti kesehatan, kekayaan, pengetahuan, keindahan, kebenaran dan sebagainya. Masyarakat dianggap sebagai hasil kegiatan manusia untuk memenuhi kepentingan-kepetingannya.
HASIL-HASIL KARYA ALBION WOODBURRY SMALL
Hasil karya Albion Woodburry Small sebagai seorang sejarahwan sosiologi diantaranya yaitu :
1. “Introduction To The Study Of Society”(1894)
2. “General Sociology”(1905)
3. “The Meaning Of The Social Science”(1910)
4. “Origins Of Sociology”(1924)
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
GEORGE SIMMEL
·
Asal
Dan Silsilah George Simmel
Simmel adalah seorang
filosof dan sosiolog dari Jerman yang lahir di pusat kota Berlin pada tanggal
1Maret 1858, anak dari 7 bersaudara. Ayahnya adalah pengusaha sukes dari
Yahudiyang beraliran katolik, sedangkan ibunya mengkonversi ke aliran
protestan. Ayahnya meninggal saat Simmel masih muda, lalu Julius Friedlander
ditunjuk sebagai walinya. Friedlander adalah teman dari keluarga Simmel dan
pendiri penerbit internasional.
·
Latar
Belakang Pendidikan
Julius meninggalkan kekayaan
untuk Simmel yang dapat digunakannya untuk bersekolah hingga sarjana. Setelah
lulus dari kuliah gymnasium, ia mempelajari sejarah dan filsafat di Universitas
of Berlin dengan tokoh lain dan memperoleh gelar doctor filsafat pada tahun
1881 ( dengan tesisnya, “The Neture of Master Accordig to Kart’s Physical
Monocologi” ). Ia tetap di Universitas Berlin hingga selesai kuliah, tidak
seperti mahasiswa lain yang gemar berpindah-pindah. Karena itu ia menjadi
privat dozen (1901) dan diangkat menjadi Profesor Ausserordentliche oleh
pemilik akademi. Dan sejak saat itu, ia mulai produktif terhadap karya-karya
dan terkenal hingga USA dan Eropa.
·
Pendapat
Simmel Tentang Sosiologi
Menurut Simmel,
sosiologi adalah:
v Sosiologi adalah ilmu pengetahuan
khusus yang merupakan satu-satunya ilmu analisis yang abstrak diantara semua
ilmu kemasyarakatan.
v
Secara spesifik sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kedinamisan bentuk
proses kebudayaan yang menekankan hubungan interaksi social antar individu atau
antar masyarakat dimana keduanya adalah unsure yang saling ketergantungan dan
saling mempengaruhi.
·
Hasil
Karya Simmel
Selama hidunya,
Simmel menerbitkan 22 buku yang terdiri atas 200 esay dan dan artikel.
Diantaranya:
Philosophie des Geldes (1900)
Philosophie des Geldes (1900)
Soziologie (1908)
Uber Soziale
Differenzing: Soziologie Undpsykologische Untersuchungen, Leipzig (1890)
Probleme der
Geschichtsphilosopie: Eine Erkenntnistheoretische Studie, Leipzig (1892)
Hauptprobleme der
Phiosophie (1910)
Philosophische Cultur
(1911)
Lebesanschauung
(1918)
Concerning Social
Differentiation (1890)
Conflict of Modern Cultur
(1918)
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
William Fielding Ogburn
Latar Belakang
William Fielding
Ogburn lahir di Butler, Georgia pada tanggal 29 Juni 1886. Setelah beliau lulus
dari Universitas Penyalur Tekstil, Georgia pada tahun 1905, beliau menginginkan
untuk memasuki pekerjaan professional. Ogburn kemudian memulai studinya pada
bidang sosiologi. Beliau adalah seorang profesor sosiologi di sebuah Perguruan
Tinggi di Portland, Oregon. Selama 4 tahun beliau berda di sana. Kemudian
beliau kembali ke Universitas Columbia. Pada tahun 1927, Ogburn dipanggil ke
Chicago untuk mengajar pada sebuah Perguruan Tinggi. Beliau menerima gelar
akademis kehormatan LL.D dari almamaternya dan juga dari Universitas Carolina
Utara.
W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu “ Cultural Lag” (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Ogburn berusaha untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan antara teori biologis dengan berbagai teori evolusi tanpa mengesampingkan konsep evolusi secara menyeluruh. W.F. Ogburn akhirnya meninggal di Tallahassee, Florida pada tanggal 27 April 1959.
Pengertian
Sosiologi
Menurut William Fielding
Ogburn, Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan
hasil yang sebenarnya yaitu organisasi sosial. Beliau berusaha memberikan
pengertian tertentu, walaupun beliau tidak memberi definisi tentang perubahan
sosial. Beliau berpendapat bahwa ruang lingkup perubahan social mencakup unsur
kebudayaan yang materiil dan immaterial, dengan menekankan pengaruh yang besar
dari unsur-unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur immaterial.
Ajaran-Ajaran
Pokok
Beliau berpendapat
bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan suatu kebudayaan adalah :
1. Discovery (penemuan-penemuan)
Ogburn mengemukakan
ada sebanyak 150 perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya radio.
2. Invensi
Ogburn mencatat ada 148 invensi atau penemuan semacamnya. Tiga bentuk efek dari invensi yaitu :
Ogburn mencatat ada 148 invensi atau penemuan semacamnya. Tiga bentuk efek dari invensi yaitu :
a) Dispensasi (efek beruntung) dari sebuah
invensi mekanik.
b) Sukses (efek sosial) lanjutan dari sebuah
invensi.
c) Konvergensi (munculnya beberapa pengaruh dari
beberapa invensi secara bersama.
3. Difusi
Yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
Yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
4. Akumulasi
5. Penyesuaian
Hasil
Karya (1886-1959)
W.F. Ogburn menemukan
penemuan baru yang dinamakan “ Social Invention” yaitu penciptaan
penegelompokkan dari individu-individu yang baru atau penciptaan adat-istiadat
baru, maupun perilaku sosial yang baru.
v “ Sosial Change with respect to culture
and original nature ” 1992
v “ American Marriage and family relationship
“ (dengan gorves) 1928
v “ Sosial Characters Stics of City “
1937
v “ The Social Effect of Autation “ 1946
v “ Technology and the changing family “
(dengan nirmkoff) 1953
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
IBNU KHALDUN (1332-1406 )
Latar Belakang Pendidikan Ibnu Khaldun
Seorang sarjana sosiologi dari Italia, Gumplowiez melalui
penelitiannya yang cukup panjang, berpendapat, ”Kami ingin membuktikan bahwa
sebelum Auguste Comte (1798-1857M) dan Giovani Vico (1668-1744M) telah datang
seorang muslim yang tunduk pada ajaran agamanya. Dia telah mempelajari
gejala-gejala sosial dengan akalnya yang cemerlang. Apa yang ditulisnya itulah
yang kini disebut sosiologi. (Gumplowiez, Ibnu Khaldun, Arabischersoziologe des
14 jahrundert. Dalam ‘Sociologigsche Essays:PP.201-202).
Sejarawan dan Bapak Sosiologi Islam ini dari Tunisia. Ia keturunan Yaman dengan nama lengkapnya Waliuddin bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin Al Hasn. Namun ia lebih dikenal dengan nama Ibnu Khaldun. Keluarganya berasal dari Hadramaut (kini Yaman) dan silsilahnya sampai pada seorang sahabat Nabi Muhammad Nabi Muhammad SAW. bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah, salah seorang cucu Wail, Khalid bin Usman, memasuki daerah Andalusia bersama orang-orang arab penakluk pada tahun ke-3 H(9 M). Anak cucu Khalid bin Usman membentuk satu keluarga besar bernama Bani Khaldun, dari bani inilah asal nama Ibnu Khaldun.
Ia lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M (1 Ramadhan 732 H), tetapi sebenarnya ia dari Seville,Spanyol. Sejak kecil, ia sudah hafal Al-Qur’an. Di tanah kelahirannya itu ia mempelajari syari’at (tafsir, hadits, tauhid, fiqih) fisika dan matematika. Saat itu Tunisia telah menjadi pusat perkembangan ilmu di Afrika Utara.
Sejak usia muda,ia sudah mengikuti kegiatan politik praktis. Situasi politik yang tidak menentu di Tunisia, menyebabkan Ibnu Khaldun melakukan pengembaraan dari Maroko sampai Spanyol. Pada tahun 1375, beliau pindah ke Granada, Spanyol. Karena keadaan politik Granada tidak stabil ia menetap di Qal’at Ibnu Salamah di daerah Tilmisan,ibukota Maghrib Tengah (Aljazair) dan meninggalkan dunia politik praktis.
Tahun 746 H, studinya terhenti akibat terjangkitnya penyakit Pes di sebagian besar belahan dunia bagian timur dan bagian barat. Banyak korban akibat dari penyakit yang sedang melanda itu. Karena situasinya berubah, akhinya Ibnu Khaldun mencari kesibukan kerja serta mengikuti jejak kakeknya untuk terjun ke dunia politik. Berkat komunikasinya dengan tokoh-tokoh dan ulama terkemuka setempat telah banyak membantunya mencapai jabatan tinggi.
Karya-karya
Ibnu Khaldun
Sebagai sejarawan dan filsuf, ia memusatkan perhatiannya pada kegiatan menulis dan mengajar. Saat itulah karya besar lahir dari tangannya, yaitu :
Sebagai sejarawan dan filsuf, ia memusatkan perhatiannya pada kegiatan menulis dan mengajar. Saat itulah karya besar lahir dari tangannya, yaitu :
1. Sebuah kitab Al-Ibrar wa Diwan Al-Mubtada’ wa
Al-Khabar fi Ayyamal Al-‘Arab wa Al-Ajam wa al-Barbar atau yang sering disebut
Al-Ibrar (Sejarah Umum), terbitan Kairo tahun 1284. Kitab ini terdiri atas 7
jilid yang berisi tentang kajian sejarah yang didahului oleh Muqaddimah (jilid
I), yang berisi tentang pembahasan masalah-masalah sosial manusia.
2. Muqaddimah (yang sebenarnya merupakan pembuka
kitab Al-Ibrar) popularitasnya melebihi kitab itu sendiri. Muqaddimah membuka
jalan menuju pembahasan ilmu-ilmu sosial. Menurut pendapatnya, politik tidak
bisa dipisahkan dari kebudayaan, dan masyarakat dibedakan atas masyarakat desa
(hadarah) dan kota (badawah). Oleh karena itu Ibnu Khaldun dianggap sebagai
peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam.
3. Sejumlah kitab yang bernilai tinggi
diantaranya At-Ta’rif bi Ibn Khaldun (autobiografi, catatan dan kitab
sejarahnya) dan kitab teologi yaitu Lubabal Al-Muhassal Afkar Usul Ad-Din
(ringkasan dari kitab Muhassal Afkar Al-Muttaqaddimin wa Al-Muta’akhirin karya
Imam Fakhrudi Ar-Razi dan memuat pendapatnya tentang masalah teologi).
Pengertian
Sosiologi
Dalam Muqaddimah ini pula Ibnu Khaldun menampakkan diri sebagai ahli sosiologi dan sejarah. Menurutnya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang solidaritas sosial. Teori pokoknya dalam sosiologi umum dan politik adalah konsep ashabiyah (solidaritas sosial). Asal-usul solidaritas sosial adalah ikatan darah yang disertai kedekatan hidup bersama. Hidup bersama juga dapat mewujudkan solidaritas yang sama kuat dengan ikatan darah.
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
Dalam Muqaddimah ini pula Ibnu Khaldun menampakkan diri sebagai ahli sosiologi dan sejarah. Menurutnya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang solidaritas sosial. Teori pokoknya dalam sosiologi umum dan politik adalah konsep ashabiyah (solidaritas sosial). Asal-usul solidaritas sosial adalah ikatan darah yang disertai kedekatan hidup bersama. Hidup bersama juga dapat mewujudkan solidaritas yang sama kuat dengan ikatan darah.
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
Max Weber (1864 – 1920)
Max Weber seorang sosiolog, ahli ekonomi, sekaligus ahli ilmu politik dari Jerman. Ia menghabiskan waktunya untuk mengajar di beberapa tempat, antara lain di Berlin, Freiburg, Munich, dan Heidelberg. Salah satu minat besar Weber adalah keinginannya untuk mengembangkan metodologi bagi ilmu-ilmu sosial. Karya-karyanya sangat memberikan pengaruh terhadap para ahli ilmu sosial abad dua puluh. Dalam analisis sosiologis ia mengajukan apa yang disebutnya sebagai “idea types”, yakni model umum dari situasi sejarah yang dapat dipakai sebagai dasar pembandingan antarmasyarakat. Ia melawan para penganut Marx ortodoks saat itu yang mengatakan bahwa ekonomi merupakan faktor yang penting dan sangat menentukan dalam kehidupan sosial.
Weber menekankan peran nilai-nilai religius, ideologi, dan pemimpin kharismatik dalam memelihara kondisi masyarakat. Dalam karyanya, Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1920) ia mengembangkan suatu tesis mengenai keterkaitan yang erat antara gagasan asketis sebagaimana dikembangkan dalam Calvinisme dan kemunculan lembaga-lembaga kapitalis. Ia merupakan tokoh yang cukup berpengaruh dalam penggunaan statistik sosiologi dalam studi kebijakan ekonomi. Diantara karyanya yang lain adalah Wirtschaft und Gesellschaft (Ekonomi dan Masyarakat) serta General Economic History
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
Max Weber (1864-1920) tidak sependapat
dengan Marx yang menyatakan bahwa ekonomi merupakan kekuatan pokok
perubahan sosial. Melalui karyanya, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme,
Weber menyatakan bahwa kebangkitan pandangan religius tertentu– dalam
hal ini Protestanisme– yang membawa masyarakat pada perkembangan
kapitalisme. Kaum Protestan dengan tradisi Kalvinis
menyimpulkan bahwa kesuksesan finansial merupakan tanda utama bahwa
Tuhan berada di pihak mereka. Untuk mendapatkan tanda ini, mereka
menjalani kehidupan yang hemat, menabung, dan menginvestasikan
surplusnya agar mendapat modal lebih banyak lagi.
Pandangan lain yang disampaikan Weber
adalah tentang bagaimana perilaku individu dapat mempengaruhi masyarakat
secara luas. Inilah yang disebut sebagai memahami Tindakan Sosial.
Menurut Weber, tindakan sosial dapat dipahami dengan memahami niat,
ide, nilai, dan kepercayaan sebagai motivasi sosial. Pendekatan ini
disebut verstehen (pemahaman).
Weber juga mengkaji tentang rasionalisasi.
Menurut Weber, peradaban Barat adalah semangat Barat yang rasional
dalam sikap hidup. Rasional menjelma menjadi operasional (berpikir
sistemik langkah demi langkah). Rasionalisasi adalah proses yang
menjadikan setiap bagian kecil masyarakat terorganisir, profesional, dan
birokratif. Meski akhirnya Weber prihatin betapa intervensi negara
terhadap kehidupan warga kian hari kian besar.
Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan,
Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki
monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi
yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Herbert Spencer Sosiologi Evolusioner
(1820 – 1903)
Herbert Spencer lahir di Inggris pada tahun 1820. selain bidang
matematika dan pengetahuan alam yang ia tekuni, ia juga tertarik menekuni
bidang ilmu sosial. Ia mengemukakan sebuah teori tentang evolusi masyarakat dan
membaginya menjadi tiga sistem, yaitu sistem penahan, pengatur, dan pembagi. Sistem
penahan berfungsi
untuk memberikan kecukupan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Sistem
pengatur berperan
memelihara hubungan antar sesama anggota masyarakat dan dengan masyarakat lain.
Sistem
pembagi dapat dilihat
wujudnya dalam proses evolusi yang semakin maju. Ia memandang ketiga sistem itu
dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan sebuah
negara. Paham evolusi dari Spencer meyakini bahwa masyarakat akan berubah dari
masyarakat yang homogen dan simpel, kepada masyarakat yang heterogen dan
kompleks, selaras dengan kemajuan masyarakat. Spencer melihat bahwa masyarakat
bukan sebagai satu kelompok individu tetapi sebagai satu organisme yang hidup
dan mempunyai berbagai keinginan. Hasil karya Herbert Spencer antara lain Social
Statics (1850), The
Study of Sociology (1873),
danDescriptive Sociology (1874).
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
Herbert Spencer (1820-1903) menganjurkan Teori Evolusi
untuk menjelaskan perkembangan sosial. Logika argumen ini adalah bahwa
masyarakat berevolusi dari bentuk yang lebih rendah (barbar) ke bentuk
yang lebih tinggi (beradab). Ia berpendapat bahwa institusi sosial
sebagaimana tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi terhadap lingkungan
sosialnya. Dengan berlalunya generasi, anggota masyarakat yang mampu
dan cerdas dapat bertahan. Dengan kata lain “Yang layak akan bertahan
hidup, sedangkan yang tak layak akhirnya punah”. Konsep ini diistilahkan
survival of the fittest. Ungkapan ini sering
dikaitkan dengan model evolusi dari rekan sejamannya yaitu Charles
Darwin. Oleh karena itu teori tentang evolusi masyarakat ini juga sering
dikenal dengan nama Darwinisme Sosial.
Melalui teori evolusi dan pandangan
liberalnya itu, Spencer sangat poluler di kalangan para penguasa yang
menentang reformasi. Spencer setuju terhadap doktrin laissez-faire
dengan mengatakan bahwa negara tak harus mencampuri persoalan
individual kecuali fungsi pasif melindungi rakyat. Ia ingin kehidupan
sosial berkembang bebas tanpa kontrol eksternal. Spencer menganggap
bahwa masyarakat itu alamiah, dan ketidakadilan serta kemiskinan itu
juga alamiah, karena itu kesejahteraan sosial dianggap percuma. Meski
pandangan itu banyak ditentang, namun Darwinisme Sosial sampai sekarang
masih terus hidup dalam tulisan-tulisan populer.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Charles Horton Cooley (1864 – 1929)
C. H. Cooley lahir di Michigan, Amerika Serikat. Pada mulanya,
dia belajar teknik mesin elektro, kemudian dia juga belajar ekonomi. Setelah
lulus akademis dia bekerja di pemerintahan seperti di Departemen Komisi
Pengawas, kemudian juga di Kantor Sensus. Pada tahun 1892, dia menjadi dosen
ilmu ekonomi, politik, serta sosiologi di Universitas Michigan. Cooley
tergolong dalam sosiolog interaksionisme simbolik klasik. Sumbangannya kepada
sosiologi tentang sosiologi dan interaksi. Menurutnya, diri (self) seseorang berkembang
melalui interaksi dengan orang lain lewat analogi diri yang melihat cermin (looking glass self), yaitu
diri seseorang memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat
terhadapnya. Cooley juga memperkenalkan konsep primary group, yaitu kelompok
yang ditandai oleh pergaulan dan kerja sama, serta tatap muka yang intim.
Cooley dalam mengemukakan teorinya terpengaruh oleh aliran
romatik yang mengidamkan kehidupan bersama, rukun, dan damai, sebagaiman
dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang masih bersahaja. Dia prihatin melihat
masyarakat-masyarakat modern yang telah goyah norma-normanya, sehingga
masyarakat-masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu
berlebih-lebihan kesempurnaannya. Hasil karyanya antara lain uman Nature
and Social Order (1902),Social Organization (1909), dan Social
Process (1918)
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
Charles Horton Cooley (1846-1929) memandang bahwa hidup
manusia secara sosial ditentukan oleh bahasa, interaksi dan pendidikan.
Secara biologis manusia tiada beda, tapi secara sosial tentu sangat
berbeda. Perkembangan historislah yang menyebabkan demikian. Dalam
analisisnya mengenai perkembangan individu, Cooley mengemukakan teori
yang dikenal dengan Looking Glass-Self atau Teori Cermin Diri.
Menurutnya di dalam individu terdapat tiga unsur: 1) bayangan mengenai
bagaimana orang lain melihat kita; 2) bayangan mengenai pendapat orang
lain mengenai diri kita; dan 3) rasa diri yang bersifat positif maupun
negatif.
Emile Durkheim : Sosiologi Struktural
Prancis (1859-1917)
Durkheim yang memiliki nama lengkap David Emile Durkheim,
dilahirkan pada tanggal 15 April 1858 di Epinal ibu kota bagian Vorges,
Lorraine Prancis bagian timur. Durkheim dikenal dengan teori solidaritas atau
konsensus sosialnya. Teorinya ini tidak terlepas dari berbagai peristiwa dan
skandal yang ia saksikan di Prancis.
Teori Durkheim yang lain adalah gagasannya mengenai kesadaran
kolektif (conscience
collective) dan gambaran kolektif (representation collective). Gambaran kolektif
adalah simbol-simbol yang memiliki makna yang sama bagi semua anggota sebuah
kelompok dan memungkinkan mereka untuk merasa satu sama lain sebagai
anggota-anggota kelompok. Gambaran kolektif adalah bagian dari isi kesadaran
kolektif. Kesadaran kolektif mengandung semua gagasan yang dimiliki bersama
oleh para anggota masyarakat dan menjadi tujuan atau maksud kolektif.
Karya Durkheim dapat disebutkan antara lain, De la Division du Travail Social:
Etude des Societes Superieur (1893), Le
Suicide: Etude de Sociologique(1877) yang mengupas soal bunuh diri
dalam tinjauan sosiologi serta sebuah karya mengenai sosiologi agama berjudul Les
Formes Elementaires de la vie Religique en Australie (1912).
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
Untuk menjelaskan tentang masyarakat, Durkheim (1859-1917) berbicara mengenai kesadaran kolektif sebagai kekuatan moral yang mengikat individu pada suatu masyarakat. Melalui karyanya The Division of Labor in Society
(1893). Durkheim mengambil pendekatan kolektivis (solidaritas) terhadap
pemahaman yang membuat masyarakat bisa dikatakan primitif atau modern. Solidaritas
itu berbentuk nilai-nilai, adat-istiadat, dan kepercayaan yang dianut
bersama dalam ikatan kolektif. Masyarakat primitif/sederhana
dipersatukan oleh ikatan moral yang kuat, memiliki hubungan yang
jalin-menjalin sehingga dikatakan memiliki Solidaritas Mekanik. Sedangkan
pada masyarakat yang kompleks/modern, kekuatan kesadaran kolektif itu
telah menurun karena terikat oleh pembagian kerja yang ruwet dan saling
menggantung atau disebut memiliki Solidaritas Organik .
Selanjutnya dalam karyanya yang lain The Role of Sociological Method (1895), Durkheim membuktikan cara kerja yang disebut Fakta Sosial,
yaitu fakta-fakta dari luar individu yang mengontrol individu untuk
berpikir dan bertindak dan memiliki daya paksa. Ini berarti
struktur-struktur tertentu dalam masyarakat sangatlah kuat, sehingga
dapat mengontrol tindakan individu dan dapat dipelajari secara objektif,
seperti halnya ilmu alam. Fakta sosial terbagi menjadi dua bagian, material (birokrasi dan hukum) dan nonmaterial (kultur dan lembaga sosial).
Dua tahun kemudian melalui Suicide
(1897), Durkheim berusaha membuktikan bahwa ada pengaruh antara
sebab-sebab sosial (fakta sosial) dengan pola-pola bunuh diri. Dalam
karya itu disimpulkan ada 4 macam tipe bunuh diri, yakni bunuh diri egoistik (masalah pribadi), altruistik (untuk kelompok), anomik (ketiadaan kelompok/norma), dan fatalistik (akibat tekanan kelompok). Berdasarkan hal itu Durkheim berpendapat bahwa faktor derajat keterikatan manusia pada kelompoknya (integrasi sosial) sebagai faktor kunci untuk melakukan bunuh diri.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Pierre Guillaurne Frederic Le Play (1806 –
1882)
Le Play, seorang Perancis, adalah salah seorang ahli ilmu
pengetahuan kemasyarakatan terkemuka abad ke-19. Dia berhasil mengenalkan
suatu metode tertentu di dalam meneliti dan menganalis gejala-gejala sosial
yaitu dengan jalan mengadakan observasi terhadap fakta-fakta sosial dan
analisis induktif. Kemudian dia juga menggunakan metode case
study dalam
penelitian-penelitian sosial.
Penelitian-penelitiannya terhadap masyarakat menghasilkan dalil
bahwa lingkungan geografis menentukan jenis pekerjaan, dan hal ini mempengaruhi
organisasi ekonomi, keluarga serta lembaga-lembaga lainnya. Keluarga merupakan
objek utama dalam penyelidikan. Dia berkeyakinan bahwa anggaran belanja suatu
keluarga merupakan ukuran kuantitatif bagi kehidupan keluarga sekaligus
menunjukkan kepentingan keluarga tersebut. Akhirnya dikatakan bahwa organisasi
sosial keluarga sepenuhnya terikat pada anggaran keluarga tersebut.
Karya-karyanya yang telah diterbitkan antara lain European
Workers (1855), Social
Reform in France (1864), The
Organization of the Family (1871),
dan The Organization of Labor (1872).
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
Karl Marx: Sosiologi Marxis
Herbert Marcuse : One Dimensional Man
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
Karl Marx: Sosiologi Marxis
Jerman (1818-1883)
Karl Marx (1818-1883) melalui pendekatan materialisme historis percaya bahwa penggerak sejarah manusia adalah konflik kelas.
Marx memandang bahwa kekayaan dan kekuasaan itu tidak terdistribusi
secara merata dalam masyarakat. Oleh karena itu kaum penguasa yang
memiliki alat produksi (kaum borjuis/kapitalis) senantiasa terlibat konflik dengan kaum buruh yang dieksploitasi (kaum proletar).
Sosiologi Marxis tentang kapitalisme
menyatakan bahwa produksi komoditas mau tak mau membawa sistem sosial
yang secara keseluruhan merefleksikan pengejaran keuntungan ini.
Nilai-nilai produksi merasuk ke semua bidang kehidupan. Segala
sesuatunya, penginapan, penyedia informasi, rumah sakit, bahkan sekolah
kini menjadi bisnis yang menguntungkan. Tingkat keuntungannya menentukan
berapa banyak staf dan tingkat layanan yang diberikan. Inilah yang
dimaksud Marx bahwa infrastruktur ekonomi menentukan suprastruktur
(kebudayaan, politik, hukum, dan ideologi).
Pendekatan Sosiologi Marxis menyimpulkan mengenai ide pembaruan sosial
yang telah terbukti sebagai ide yang hebat pada abad XX, sebagai
berikut (Osborne, 1996: 50): semua masyarakat dibangun atas dasar
konflik, penggerak dasar semua perubahan sosial adalah ekonomi,
masyarakat harus dilihat sebagai totalitas yang di dalamnya ekonomi
adalah faktor dominan, perubahan dan perkembangan sejarah tidaklah acak,
tetapi dapat dilihat dari hubungan manusia dengan organisasi ekonomi,
individu dibentuk oleh masyarakat, tetapi dapat mengubah masyarakat
melalui tindakan rasional yang didasarkan atas premis-premis ilmiah
(materialisme historis), bekerja dalam masyarakat kapitalis
mengakibatkan keterasingan (alienasi), dan dengan berdiri di luar
masyarakat, melalui kritik, manusia dapat memahami dan mengubah posisi
sejarah mereka.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Georg Simmel : Filsafat Uang
Jerman (1858-1919)
Georg Simmel (1858-1919) sangat terkenal
karena karyanya yang spesifik tentang tindakan dan interaksi individual,
seperti bentuk-bentuk interaksi, tipe-tipe orang berinteraksi,
kemiskinan, pelacuran, dan masalah-masalah berskala kecil lainnya.
Karya-karya Simmel ini nantinya menjadi rujukan tokoh-tokoh sosiologi di
Amerika.
Karya yang terkenal dari Simmel adalah tentang Filsafat Uang.
Simmel sebagai sosiolog cenderung bersikap menentang terhadap
modernisasi dan sering disebut bervisi pesimistik. Pandangannya sering
disebut Pesimisme Budaya. Menurut Simmel, modernisasi telah menciptakan manusia tanpa kualitas
karena manusia terjebak dalam rasionalitasnya sendiri. Sebagai contoh,
begitu teknologi industri sudah mulai canggih, maka keterampilan dan
kemampuan tenaga kerja secara individual makin kurang penting. Bisa jadi
semakin modern teknologi, maka kemampuan tenaga individu makin merosot
bahkan cenderung malas.
Di sisi lain, gejala monetisasi di
berbagai faktor kehidupan telah membelenggu masyarakat terutama dalam
hal pembekuan kreativitas orang, bahkan mampu mengubah kesadaran.
Mengapa? Uang secara ideal memang alat pembayaraan, tetapi karena
kekuatannya, uang menjadi sarana pembebasan manusia atas manusia.
Artinya uang sudah tidak dipahami sebagai fungsi alat, tetapi sebagai
tujuan. Kekuatan kuantitatifnya telah mampu mengukur berbagai jarak
sosial yang membentang antar individu, seperti cinta, tanggung jawab,
dan bahkan mampu membebaskan atas kewajiban dan hukuman sosial. Barang
siapa memiliki uang dialah yang memiliki kekuatan.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Ferdinand Tonnies : Klasifikasi Sosial
Jerman (1855-1936)
Ferdinand Tonnies (1855-1936) mengkaji bentuk-bentuk dan pola-pola ikatan sosial dan organisasi sehingga menghasilkan klasifikasi sosial. Menurut Tonnies, masyarakat itu bersifat gemeinschaft (komunitas/paguyuban) atau gesselschaft (asosiasi/ patembayan).
Masyarakat gemeinschaft adalah
masyarakat yang mempunyai hubungan sosial tertutup, pribadi, dan
dihargai oleh para anggotanya, yang didasari atas hubungan kekeluargaan
dan kepatuhan sosial. Komunitas seperti ini merupakan tipikal masyarakat
pra-industri atau masyarakat pedesaan. Sedangkan pada masyarakat gesselschaft,
hubungan kekeluargaan telah memudar, hubungan sosial cenderung
impersonal dengan pembagian kerja yang rumit. Bentuk seperti ini
terdapat pada masyarakat industri atau masyarakat perkotaan. Tema dasar
Tonnies adalah hilangnya komunitas dan bangkitnya impersonalitas. Ini menjadi penting dalam kajian tentang masyarakat perkotaan.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Herbert Marcuse : One Dimensional Man
Jerman (1898-1979)
Herbert Marcuse (1898-1979) merupakan
anggota Mazhab Frankfurt yang setengah hati. Menjadi terkenal selama
tahun 1960-an karena dukungannya terhadap gerakan radikal dan anti-kemapanan. Dia pernah dijuluki “kakek terorisme”, merujuk pada kritiknya tentang masyarakat kapitalis, One Dimensional Man
(1964) yang berargumen bahwa kapitalisme menciptakan
kebutuhan-kebutuhan palsu, kesadaran palsu, dan budaya massa yang
memperbudak kelas pekerja.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Jurgen Habermas : Komunikasi Rasional
Jerman, 1929
Setelah tahun 1960-an, sosiologi makin
menyadari pentingnya faktor kebudayaan dan komunikasi dalam menganalisis
masyarakat. Jurgen Habermas (1929- ) menggabungkan kesadaran baru
dengan Mazhab Frankfurt. Habermas membicarakan komunikasi rasional dan
kemungkinan keberadaannya dalam masyarakat kapitalis. Dalam karyanya The
Theory of Communicative Action (1981), Habermas mengemukakan analisis
kompleks tentang masyarakat kapitalis dan cara-cara yang mungkin untuk
melawan melalui emansipasi komunikatif dan moral.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Antonio Gramsci: Hegemoni
Italia (1891-1937)
Antonio Gramsci (1891-1937), seorang
sosiolog Italia adalah seorang pemikir kunci dalam pendefinisian ulang
perdebatan mengenai kelas dan kekuasaan. Konsepnya tentang Hegemoni
menjadi diskusi tentang kompleksitas masyarakat modern. Gramsci
menyatakan bahwa kaum Borjuis berkuasa bukan karena paksaan, melainkan
juga dengan persetujuan, membentuk aliansi politik dengan
kelompok-kelompok lain dan bekerja secara ideologis untuk mendominasi
masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat berada dalam keadaan tegang
terus-menerus.
Ide mengenai hegemoni (memenangkan
kekuasaan berdasarkan persetujuan masyarakat) sangat menarik karena pada
kenyataannya individu selalu bereaksi terhadap dan mendefinisi ulang
masyarakat dan kebudayaan tempat mereka berada. Ide-ide Gramsci
selanjutnya banyak berpengaruh pada studi kebudayaan dan budaya populer.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Charles Horton Cooley
(1846-1929)
Charles Horton Cooley
(1846-1929) memandang bahwa hidup manusia secara sosial ditentukan oleh
bahasa, interaksi dan pendidikan. Secara biologis manusia tiada beda,
tapi secara sosial tentu sangat berbeda. Perkembangan historislah yang
menyebabkan demikian. Dalam analisisnya mengenai perkembangan individu,
Cooley mengemukakan teori yang dikenal dengan Looking Glass-Self atau Teori Cermin Diri.
Menurutnya di dalam individu terdapat tiga unsur: 1) bayangan mengenai
bagaimana orang lain melihat kita; 2) bayangan mengenai pendapat orang
lain mengenai diri kita; dan 3) rasa diri yang bersifat positif maupun
negatif.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
George Herbert Mead (1863-1931)
George Herbert Mead (1863-1931), salah satu tokoh sentra interaksionisme simbolik menggambarkan pembentukan diri” atau tahap sosialisasi dalam ilustrasi pertumbuhan anak, dimana terdapat tiga tahap pertumbuhan anak, yakni 1) tahap bermain (play stage); 2) tahap permainan (game stage); dan 3) tahap mengambil peran orang lain (taking role the other).
Manusia tidak bereaksi terhadap dunia
sekitar secara langsung, mereka bereaksi terhadap makna yang mereka
hubungkan dengan benda-benda dan kejadian-kejadian sekitar mereka, lampu
lalu lintas, antrian pada loket karcis, peluit seorang polisi dan
isyarat tangan. W.I. Thomas (1863-1947), mengungkapkan
tentang definisi suatu situasi, yang mengutarakan bahwa kita hanya dapat
bertindak tepat bila kita telah menetapkan sifat situasinya. Bila
seorang laki-laki mendekat dan mengulurkan tangan kanannya, kita
mengartikannya sebagai salam persahabatan, bila mendekat dengan tangan
mengepal situasinya akan berlainan. Kegagalan merumuskan situasi
perilaku secara benar dan bereaksi dengan tepat, dapat menimbulkan
akibat-akibat yang kurang menyenangkan.
Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/