Auguste Comte : Sosiologi Positivis
Prancis (1798-1857)



 Latar Belakang (Riwayat Hidup)
Auguste Comte yang lahir di Montpililer, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak seseorang bangsawan yang berasal dari keluarga berdarah Katolik. Namun, di perjalanan hidupnya Comte tidak menunjukkan loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga kepada Katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh suasana pergolakan social, intelektual dan politik pada masanya.

Pada tahun 1844 Comte bertemu seorang perempuan yang bernama Clotilde de Vaux. Walaupun, Comte sangat mencintainya hingga akhir hayat Clotilde tidak pernah menerima cinta Comte karena sudah memiliki suami, walau suaminya jauh dari Clotilde de Vaux meninggal pada tahun 1846 karena penyakit yang menyebabkan tipis harapan sembuhnya dan Clotilde masih terpisah dengan suaminya.
Pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya, Comte mengalami gangguan kejiwaan. Comte wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetiere du Pere Lachaise.
Pandangan Terhadap Sosiologi
Auguste Comte, melihat perubahan-perubahan yang disebabkan adanya ancaman terhadap tatanan social, menganggap bahwa perubahan tersebut tidak saja bersifat positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat, tetapi juga berdampak negative. Salah satu dampak negative tersebut adalah terjadinya konflik antarkelas dalam masyarakat. Menurut Comte konflik-konflik tersebut terjadi karena hilangnya norma atau pegangan (normless) bagi masyarakat dalam bertindak. Comte berkaca dari apa yang terjadi dalam masyarakat Perancis ketika itu (abad ke-19). Setelah pecahnya Revolusi Perancis, masyarakat Perancis dilanda konflik antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi karena masyarakat tidak lagi mengetahui bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan social masyarakat.

Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala social. Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum social tersebut menjadi sebuah ilmu. Ia hanya memberi istilah bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah “Sosiologi”. Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya Rules of Sosiological Method. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya Sosiologi, Suguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi.

Comte jelaslah dapat terlihat progretivitasnya dalam memperjuangkan optimisme dari pergolakan realitas social pada masanya, dengan ilmu social yang sistematis dan analitis. Comte dikelanjutan sistematisasi dari observasi dan analisanya, Comte menjadikan ilmu pengetahuan yang dikajinya ini terklarifikasi atas dua bagian, yaitu social statik dan social dinamik.


Social static dan social dinamik hanya untuk memudahkan analitik saja terbagi dua, walapun begitu keduanya bagian yang integral karena Comte jelas sekali dengan hokum tiga tahapnya memperlihatkan ilmu pengetahuan yang holistic. Static social menerangkan perihal nilai-nilai yang melandasi masyarakat dalam perubahannya, selalu membutuhkan social order karenanya dibutuhkan nilai yang disepakati bersama dan berdiri atas keinginan bersama, dapat dinamakan hokum atau kemauan yang berlaku umum. Sedangkan social dinamik, ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perkembangan masyarakat atau gerak sejarah masyarakat kepada arah kemajuannya.

Pemandangan Comte rasanya dapat terlihat dalam penjabarannya mengenai ilmu pengetahuannya, yang mengidamkan adanya tata yang jelas mengendapkan keteraturan social dan kemajuan perkembangan serta pemikiran masyarakat kea rah positif. Sebagai seorang ilmuwan Comte mengharapkan sesuatu yang ideal tetapi, dalam hal ini Comte berbenturan dengan realitas social yang menginginkan perubahan social secara cepat, revolusi social.
 

Comte terpaksa memberikan stigma negative terhadap konflik, lentupan-lentupan yang mnegembang melalui konflik dalam masyarakat karena akan menyebabkan tidak tumbuhnya keteraturan social yang nantinya mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme social, anarkisme intelektual. Keteraturan social tiap fase perkembangan social (sejarah manusia) harus sesuai perkembangan pemikiran manusia dan pada tiap proses fase-fasenya (perkembangan) bersifat mutlak dan universal, merupakan inti ajaran Comte.
 Hasil Karya

Comte menganggap pernikahannya dengan Caroline merupakan kesalahan terbesar, berlanjutnya kehidupan Comte yang mulai memiliki kestabilan emosi ditahun 1830 tulisannya mengenai “Filsafat Positif” (Cours de Philosohie Positiv) terbit sebagai jilid pertama, terbitan jilid yang lainnya bertebaran hingga tahun 1842.

Tiga hal ini dapat menjadi ciri pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yatu :
1. Membenarkan dan menerima gejala sebagai kenyataan.
2. Mengumpulkan dan mengklasifikasi gejala itu menurut hokum yang menguasai mereka.
3. Memprediksi fenomena-fenomena yang akan dating berdasarkan hokum-hukum itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
 Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html


ALBION WOODBURRY SMALL (11 Mei 1854 – 24 Maret 1926)
·         LATAR BELAKANG
Albion Woodburry Small lahir pada tanggal 11 Mei 1584 di Buckfield, Maine. Ia pernah bersekolah di Andover Newton Theological School pada tahun 1876-1879. Setelah lulus dari Andover Newton Theological School, Albion Woodburry Small melanjutkan pendidikannya di Universitas Leipzig dan Universitas Berlin. Ia mempelajari tentang sejarah, ekonomi social dan politik.

Pada tahun 1888 sampai dengan tahun 1889, Albion Woodburry Small belajar sejarah di John Hopkins University di Baltimore, Maryland. Pada waktu yang sama Albion Woodburry Small juga mengajar di Univrsitas Colby.

Pada tahun 1892, ia mendirikan Departemen Sosiologi yang pertama di Unversitas Chicago. Ia memimpin departemen ini selama 30 tahun lebih. Pada tahun 1895, ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul “The American Journal Of Sociology” yang berisikan tentang catatan ilmu kemasyarakatan orang Amerika. Ia sangat berpengaruh dalam penempatan sosiologi sebagai bidang ilmu yang diakui untuk studi akademis.

Albion Woodburry Small telah menjabat sebagai seorang sejarahwan sosiologi. Karyanya yang berjudul “General Sociology” yang berarti ilmu kemasyarakatan umum, merupkan bagian terpenting dari semua karya yang telah dihasilkannya. Albion Woodburry Small meninggal dunia pada tanggal 24 maret 1926 di Amerika Serikat
 

PENGERTIAN SOSIOLOGI MENURUT ALBION WOODBURRY SMALL 

Albion Woodburry Small mengemukakan pengertian sosiologi sebagai kepentingan social yang menyatakan bahwa kepentingan berada ditangan manusia pribadi mapun kelompok dan dapat dikategorikan kedalam masalah-masalah seperti kesehatan, kekayaan, pengetahuan, keindahan, kebenaran dan sebagainya. Masyarakat dianggap sebagai hasil kegiatan manusia untuk memenuhi kepentingan-kepetingannya. 

HASIL-HASIL KARYA ALBION WOODBURRY SMALL

Hasil karya Albion Woodburry Small sebagai seorang sejarahwan sosiologi diantaranya yaitu : 
1. “Introduction To The Study Of Society”(1894)
2. “General Sociology”(1905)
3. “The Meaning Of The Social Science”(1910)
4. “Origins Of Sociology”(1924)
 
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html


GEORGE SIMMEL
·         Asal Dan Silsilah George Simmel
Simmel adalah seorang filosof dan sosiolog dari Jerman yang lahir di pusat kota Berlin pada tanggal 1Maret 1858, anak dari 7 bersaudara. Ayahnya adalah pengusaha sukes dari Yahudiyang beraliran katolik, sedangkan ibunya mengkonversi ke aliran protestan. Ayahnya meninggal saat Simmel masih muda, lalu Julius Friedlander ditunjuk sebagai walinya. Friedlander adalah teman dari keluarga Simmel dan pendiri penerbit internasional.
·         Latar Belakang Pendidikan
Julius meninggalkan kekayaan untuk Simmel yang dapat digunakannya untuk bersekolah hingga sarjana. Setelah lulus dari kuliah gymnasium, ia mempelajari sejarah dan filsafat di Universitas of Berlin dengan tokoh lain dan memperoleh gelar doctor filsafat pada tahun 1881 ( dengan tesisnya, “The Neture of Master Accordig to Kart’s Physical Monocologi” ). Ia tetap di Universitas Berlin hingga selesai kuliah, tidak seperti mahasiswa lain yang gemar berpindah-pindah. Karena itu ia menjadi privat dozen (1901) dan diangkat menjadi Profesor Ausserordentliche oleh pemilik akademi. Dan sejak saat itu, ia mulai produktif terhadap karya-karya dan terkenal hingga USA dan Eropa.
·         Pendapat Simmel Tentang Sosiologi
Menurut Simmel, sosiologi adalah:
v Sosiologi adalah ilmu pengetahuan khusus yang merupakan satu-satunya ilmu analisis yang abstrak diantara semua ilmu kemasyarakatan.
v Secara spesifik sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kedinamisan bentuk proses kebudayaan yang menekankan hubungan interaksi social antar individu atau antar masyarakat dimana keduanya adalah unsure yang saling ketergantungan dan saling mempengaruhi.
·         Hasil Karya Simmel
Selama hidunya, Simmel menerbitkan 22 buku yang terdiri atas 200 esay dan dan artikel. Diantaranya:
Philosophie des Geldes (1900)
Soziologie (1908)
Uber Soziale Differenzing: Soziologie Undpsykologische Untersuchungen, Leipzig (1890)
Probleme der Geschichtsphilosopie: Eine Erkenntnistheoretische Studie, Leipzig (1892)
Hauptprobleme der Phiosophie (1910)
Philosophische Cultur (1911)
Lebesanschauung (1918)
Concerning Social Differentiation (1890)
Conflict of Modern Cultur (1918)

Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html



William Fielding Ogburn


 Latar Belakang
William Fielding Ogburn lahir di Butler, Georgia pada tanggal 29 Juni 1886. Setelah beliau lulus dari Universitas Penyalur Tekstil, Georgia pada tahun 1905, beliau menginginkan untuk memasuki pekerjaan professional. Ogburn kemudian memulai studinya pada bidang sosiologi. Beliau adalah seorang profesor sosiologi di sebuah Perguruan Tinggi di Portland, Oregon. Selama 4 tahun beliau berda di sana. Kemudian beliau kembali ke Universitas Columbia. Pada tahun 1927, Ogburn dipanggil ke Chicago untuk mengajar pada sebuah Perguruan Tinggi. Beliau menerima gelar akademis kehormatan LL.D dari almamaternya dan juga dari Universitas Carolina Utara.

W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu “ Cultural Lag” (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Ogburn berusaha untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan antara teori biologis dengan berbagai teori evolusi tanpa mengesampingkan konsep evolusi secara menyeluruh. W.F. Ogburn akhirnya meninggal di Tallahassee, Florida pada tanggal 27 April 1959.
Pengertian Sosiologi
Menurut William Fielding Ogburn, Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasil yang sebenarnya yaitu organisasi sosial. Beliau berusaha memberikan pengertian tertentu, walaupun beliau tidak memberi definisi tentang perubahan sosial. Beliau berpendapat bahwa ruang lingkup perubahan social mencakup unsur kebudayaan yang materiil dan immaterial, dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur immaterial.
Ajaran-Ajaran Pokok
Beliau berpendapat bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan suatu kebudayaan adalah :
1.     Discovery (penemuan-penemuan)
Ogburn mengemukakan ada sebanyak 150 perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya radio.
2.     Invensi
Ogburn mencatat ada 148 invensi atau penemuan semacamnya. Tiga bentuk efek dari invensi yaitu :
a)     Dispensasi (efek beruntung) dari sebuah invensi mekanik.
b)    Sukses (efek sosial) lanjutan dari sebuah invensi.
c)     Konvergensi (munculnya beberapa pengaruh dari beberapa invensi secara bersama.
3.     Difusi
Yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
4.     Akumulasi
5.     Penyesuaian
 Hasil Karya (1886-1959)
W.F. Ogburn menemukan penemuan baru yang dinamakan “ Social Invention” yaitu penciptaan penegelompokkan dari individu-individu yang baru atau penciptaan adat-istiadat baru, maupun perilaku sosial yang baru.
v “ Sosial Change with respect to culture and original nature ” 1992
v “ American Marriage and family relationship “ (dengan gorves) 1928
v “ Sosial Characters Stics of City “ 1937
v “ The Social Effect of Autation “ 1946
v “ Technology and the changing family “ (dengan nirmkoff) 1953
 Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html



IBNU KHALDUN (1332-1406 )

       Latar Belakang Pendidikan Ibnu Khaldun
Seorang sarjana sosiologi dari Italia, Gumplowiez melalui penelitiannya yang cukup panjang, berpendapat, ”Kami ingin membuktikan bahwa sebelum Auguste Comte (1798-1857M) dan Giovani Vico (1668-1744M) telah datang seorang muslim yang tunduk pada ajaran agamanya. Dia telah mempelajari gejala-gejala sosial dengan akalnya yang cemerlang. Apa yang ditulisnya itulah yang kini disebut sosiologi. (Gumplowiez, Ibnu Khaldun, Arabischersoziologe des 14 jahrundert. Dalam ‘Sociologigsche Essays:PP.201-202).

Sejarawan dan Bapak Sosiologi Islam ini dari Tunisia. Ia keturunan Yaman dengan nama lengkapnya Waliuddin bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin Al Hasn. Namun ia lebih dikenal dengan nama Ibnu Khaldun. Keluarganya berasal dari Hadramaut (kini Yaman) dan silsilahnya sampai pada seorang sahabat Nabi Muhammad Nabi Muhammad SAW. bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah, salah seorang cucu Wail, Khalid bin Usman, memasuki daerah Andalusia bersama orang-orang arab penakluk pada tahun ke-3 H(9 M). Anak cucu Khalid bin Usman membentuk satu keluarga besar bernama Bani Khaldun, dari bani inilah asal nama Ibnu Khaldun.

Ia lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M (1 Ramadhan 732 H), tetapi sebenarnya ia dari Seville,Spanyol. Sejak kecil, ia sudah hafal Al-Qur’an. Di tanah kelahirannya itu ia mempelajari syari’at (tafsir, hadits, tauhid, fiqih) fisika dan matematika. Saat itu Tunisia telah menjadi pusat perkembangan ilmu di Afrika Utara.

Sejak usia muda,ia sudah mengikuti kegiatan politik praktis. Situasi politik yang tidak menentu di Tunisia, menyebabkan Ibnu Khaldun melakukan pengembaraan dari Maroko sampai Spanyol. Pada tahun 1375, beliau pindah ke Granada, Spanyol. Karena keadaan politik Granada tidak stabil ia menetap di Qal’at Ibnu Salamah di daerah Tilmisan,ibukota Maghrib Tengah (Aljazair) dan meninggalkan dunia politik praktis.

Tahun 746 H, studinya terhenti akibat terjangkitnya penyakit Pes di sebagian besar belahan dunia bagian timur dan bagian barat. Banyak korban akibat dari penyakit yang sedang melanda itu. Karena situasinya berubah, akhinya Ibnu Khaldun mencari kesibukan kerja serta mengikuti jejak kakeknya untuk terjun ke dunia politik. Berkat komunikasinya dengan tokoh-tokoh dan ulama terkemuka setempat telah banyak membantunya mencapai jabatan tinggi.
Karya-karya Ibnu Khaldun 

Sebagai sejarawan dan filsuf, ia memusatkan perhatiannya pada kegiatan menulis dan mengajar. Saat itulah karya besar lahir dari tangannya, yaitu :
1.     Sebuah kitab Al-Ibrar wa Diwan Al-Mubtada’ wa Al-Khabar fi Ayyamal Al-‘Arab wa Al-Ajam wa al-Barbar atau yang sering disebut Al-Ibrar (Sejarah Umum), terbitan Kairo tahun 1284. Kitab ini terdiri atas 7 jilid yang berisi tentang kajian sejarah yang didahului oleh Muqaddimah (jilid I), yang berisi tentang pembahasan masalah-masalah sosial manusia.
2.     Muqaddimah (yang sebenarnya merupakan pembuka kitab Al-Ibrar) popularitasnya melebihi kitab itu sendiri. Muqaddimah membuka jalan menuju pembahasan ilmu-ilmu sosial. Menurut pendapatnya, politik tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan, dan masyarakat dibedakan atas masyarakat desa (hadarah) dan kota (badawah). Oleh karena itu Ibnu Khaldun dianggap sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam.
3.     Sejumlah kitab yang bernilai tinggi diantaranya At-Ta’rif bi Ibn Khaldun (autobiografi, catatan dan kitab sejarahnya) dan kitab teologi yaitu Lubabal Al-Muhassal Afkar Usul Ad-Din (ringkasan dari kitab Muhassal Afkar Al-Muttaqaddimin wa Al-Muta’akhirin karya Imam Fakhrudi Ar-Razi dan memuat pendapatnya tentang masalah teologi).
Pengertian Sosiologi 

Dalam Muqaddimah ini pula Ibnu Khaldun menampakkan diri sebagai ahli sosiologi dan sejarah. Menurutnya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang solidaritas sosial. Teori pokoknya dalam sosiologi umum dan politik adalah konsep ashabiyah (solidaritas sosial). Asal-usul solidaritas sosial adalah ikatan darah yang disertai kedekatan hidup bersama. Hidup bersama juga dapat mewujudkan solidaritas yang sama kuat dengan ikatan darah. 

 Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
 

Max Weber (1864 – 1920)
 

Max Weber seorang sosiolog, ahli ekonomi, sekaligus ahli ilmu politik dari Jerman. Ia menghabiskan waktunya untuk mengajar di beberapa tempat, antara lain di Berlin, Freiburg, Munich, dan Heidelberg. Salah satu minat besar Weber adalah keinginannya untuk mengembangkan metodologi bagi ilmu-ilmu sosial. Karya-karyanya sangat memberikan pengaruh terhadap para ahli ilmu sosial abad dua puluh. Dalam analisis sosiologis ia mengajukan apa yang disebutnya sebagai “idea types”, yakni model umum dari situasi sejarah yang dapat dipakai sebagai dasar pembandingan antarmasyarakat. Ia melawan para penganut Marx ortodoks saat itu yang mengatakan bahwa ekonomi merupakan faktor yang penting dan sangat menentukan dalam kehidupan sosial.

Weber menekankan peran nilai-nilai religius, ideologi, dan pemimpin kharismatik dalam memelihara kondisi masyarakat. Dalam karyanya, Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1920) ia mengembangkan suatu tesis mengenai keterkaitan yang erat antara gagasan asketis sebagaimana dikembangkan dalam Calvinisme dan kemunculan lembaga-lembaga kapitalis. Ia merupakan tokoh yang cukup berpengaruh dalam penggunaan statistik sosiologi dalam studi kebijakan ekonomi. Diantara karyanya yang lain adalah Wirtschaft und Gesellschaft (Ekonomi dan Masyarakat) serta General Economic History
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html
Max Weber (1864-1920) tidak sependapat dengan Marx yang menyatakan bahwa ekonomi merupakan kekuatan pokok perubahan sosial. Melalui karyanya, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber menyatakan bahwa kebangkitan pandangan religius tertentu– dalam hal ini Protestanisme– yang membawa masyarakat pada perkembangan kapitalisme. Kaum Protestan dengan tradisi Kalvinis menyimpulkan bahwa kesuksesan finansial merupakan tanda utama bahwa Tuhan berada di pihak mereka. Untuk mendapatkan tanda ini, mereka menjalani kehidupan yang hemat, menabung, dan menginvestasikan surplusnya agar mendapat modal lebih banyak lagi.
Pandangan lain yang disampaikan Weber adalah tentang bagaimana perilaku individu dapat mempengaruhi masyarakat secara luas. Inilah yang disebut sebagai memahami Tindakan Sosial. Menurut Weber, tindakan sosial dapat dipahami dengan memahami niat, ide, nilai, dan kepercayaan sebagai motivasi sosial. Pendekatan ini disebut verstehen (pemahaman).
Weber juga mengkaji tentang rasionalisasi. Menurut Weber, peradaban Barat adalah semangat Barat yang rasional dalam sikap hidup. Rasional menjelma menjadi operasional (berpikir sistemik langkah demi langkah). Rasionalisasi adalah proses yang menjadikan setiap bagian kecil masyarakat terorganisir, profesional, dan birokratif. Meski akhirnya Weber prihatin betapa intervensi negara terhadap kehidupan warga kian hari kian besar.
Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik.

Sumber: http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/




Herbert Spencer Sosiologi Evolusioner 
(1820 – 1903)

Herbert Spencer lahir di Inggris pada tahun 1820. selain bidang matematika dan pengetahuan alam yang ia tekuni, ia juga tertarik menekuni bidang ilmu sosial. Ia mengemukakan sebuah teori tentang evolusi masyarakat dan membaginya menjadi tiga sistem, yaitu sistem penahan, pengatur, dan pembagi. Sistem penahan berfungsi untuk memberikan kecukupan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Sistem pengatur berperan memelihara hubungan antar sesama anggota masyarakat dan dengan masyarakat lain. 
 Sistem pembagi dapat dilihat wujudnya dalam proses evolusi yang semakin maju. Ia memandang ketiga sistem itu dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan sebuah negara. Paham evolusi dari Spencer meyakini bahwa masyarakat akan berubah dari masyarakat yang homogen dan simpel, kepada masyarakat yang heterogen dan kompleks, selaras dengan kemajuan masyarakat. Spencer melihat bahwa masyarakat bukan sebagai satu kelompok individu tetapi sebagai satu organisme yang hidup dan mempunyai berbagai keinginan. Hasil karya Herbert Spencer antara lain Social Statics (1850), The Study of Sociology (1873), danDescriptive Sociology (1874).
Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html 

Herbert Spencer (1820-1903) menganjurkan Teori Evolusi untuk menjelaskan perkembangan sosial. Logika argumen ini adalah bahwa masyarakat berevolusi dari bentuk yang lebih rendah (barbar) ke bentuk yang lebih tinggi (beradab). Ia berpendapat bahwa institusi sosial sebagaimana tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan berlalunya generasi, anggota masyarakat yang mampu dan cerdas dapat bertahan. Dengan kata lain “Yang layak akan bertahan hidup, sedangkan yang tak layak akhirnya punah”. Konsep ini diistilahkan survival of the fittest. Ungkapan ini sering dikaitkan dengan model evolusi dari rekan sejamannya yaitu Charles Darwin. Oleh karena itu teori tentang evolusi masyarakat ini juga sering dikenal dengan nama Darwinisme Sosial.

Melalui teori evolusi dan pandangan liberalnya itu, Spencer sangat poluler di kalangan para penguasa yang menentang reformasi. Spencer setuju terhadap doktrin laissez-faire dengan mengatakan bahwa negara tak harus mencampuri persoalan individual kecuali fungsi pasif melindungi rakyat. Ia ingin kehidupan sosial berkembang bebas tanpa kontrol eksternal. Spencer menganggap bahwa masyarakat itu alamiah, dan ketidakadilan serta kemiskinan itu juga alamiah, karena itu kesejahteraan sosial dianggap percuma. Meski pandangan itu banyak ditentang, namun Darwinisme Sosial sampai sekarang masih terus hidup dalam tulisan-tulisan populer.

Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/




Charles Horton Cooley (1864 – 1929)
C. H. Cooley lahir di Michigan, Amerika Serikat. Pada mulanya, dia belajar teknik mesin elektro, kemudian dia juga belajar ekonomi. Setelah lulus akademis dia bekerja di pemerintahan seperti di Departemen Komisi Pengawas, kemudian juga di Kantor Sensus. Pada tahun 1892, dia menjadi dosen ilmu ekonomi, politik, serta sosiologi di Universitas Michigan. Cooley tergolong dalam sosiolog interaksionisme simbolik klasik. Sumbangannya kepada sosiologi tentang sosiologi dan interaksi. Menurutnya, diri (self) seseorang berkembang melalui interaksi dengan orang lain lewat analogi diri yang melihat cermin (looking glass self), yaitu diri seseorang memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya. Cooley juga memperkenalkan konsep primary group, yaitu kelompok yang ditandai oleh pergaulan dan kerja sama, serta tatap muka yang intim. 
Cooley dalam mengemukakan teorinya terpengaruh oleh aliran romatik yang mengidamkan kehidupan bersama, rukun, dan damai, sebagaiman dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang masih bersahaja. Dia prihatin melihat masyarakat-masyarakat modern yang telah goyah norma-normanya, sehingga masyarakat-masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan kesempurnaannya. Hasil karyanya antara lain uman Nature and Social Order (1902),Social Organization (1909), dan Social Process (1918)


 Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html  

Charles Horton Cooley (1846-1929) memandang bahwa hidup manusia secara sosial ditentukan oleh bahasa, interaksi dan pendidikan. Secara biologis manusia tiada beda, tapi secara sosial tentu sangat berbeda. Perkembangan historislah yang menyebabkan demikian. Dalam analisisnya mengenai perkembangan individu, Cooley mengemukakan teori yang dikenal dengan Looking Glass-Self atau Teori Cermin Diri. Menurutnya di dalam individu terdapat tiga unsur: 1) bayangan mengenai bagaimana orang lain melihat kita; 2) bayangan mengenai pendapat orang lain mengenai diri kita; dan 3) rasa diri yang bersifat positif maupun negatif.

 Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/



 Emile Durkheim : Sosiologi Struktural
Prancis (1859-1917)


Durkheim yang memiliki nama lengkap David Emile Durkheim, dilahirkan pada tanggal 15 April 1858 di Epinal ibu kota bagian Vorges, Lorraine Prancis bagian timur. Durkheim dikenal dengan teori solidaritas atau konsensus sosialnya. Teorinya ini tidak terlepas dari berbagai peristiwa dan skandal yang ia saksikan di Prancis. 
Teori Durkheim yang lain adalah gagasannya mengenai kesadaran kolektif (conscience collective) dan gambaran kolektif (representation collective). Gambaran kolektif adalah simbol-simbol yang memiliki makna yang sama bagi semua anggota sebuah kelompok dan memungkinkan mereka untuk merasa satu sama lain sebagai anggota-anggota kelompok. Gambaran kolektif adalah bagian dari isi kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif mengandung semua gagasan yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat dan menjadi tujuan atau maksud kolektif.  Karya Durkheim dapat disebutkan antara lain, De la Division du Travail Social: Etude des Societes Superieur (1893), Le Suicide: Etude de Sociologique(1877) yang mengupas soal bunuh diri dalam tinjauan sosiologi serta sebuah karya mengenai sosiologi agama berjudul Les Formes Elementaires de la vie Religique en Australie (1912).

 Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html  

Untuk menjelaskan tentang masyarakat, Durkheim (1859-1917) berbicara mengenai kesadaran kolektif sebagai kekuatan moral yang mengikat individu pada suatu masyarakat. Melalui karyanya The Division of Labor in Society (1893). Durkheim mengambil pendekatan kolektivis (solidaritas) terhadap pemahaman yang membuat masyarakat bisa dikatakan primitif atau modern. Solidaritas itu berbentuk nilai-nilai, adat-istiadat, dan kepercayaan yang dianut bersama dalam ikatan kolektif. Masyarakat primitif/sederhana dipersatukan oleh ikatan moral yang kuat, memiliki hubungan yang jalin-menjalin sehingga dikatakan memiliki Solidaritas Mekanik. Sedangkan pada masyarakat yang kompleks/modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun karena terikat oleh pembagian kerja yang ruwet dan saling menggantung atau disebut memiliki Solidaritas Organik .

Selanjutnya dalam karyanya yang lain The Role of Sociological Method (1895), Durkheim membuktikan cara kerja yang disebut Fakta Sosial, yaitu fakta-fakta dari luar individu yang mengontrol individu untuk berpikir dan bertindak dan memiliki daya paksa. Ini berarti struktur-struktur tertentu dalam masyarakat sangatlah kuat, sehingga dapat mengontrol tindakan individu dan dapat dipelajari secara objektif, seperti halnya ilmu alam. Fakta sosial terbagi menjadi dua bagian, material (birokrasi dan hukum) dan nonmaterial (kultur dan lembaga sosial).

Dua tahun kemudian melalui Suicide (1897), Durkheim berusaha membuktikan bahwa ada pengaruh antara sebab-sebab sosial (fakta sosial) dengan pola-pola bunuh diri. Dalam karya itu disimpulkan ada 4 macam tipe bunuh diri, yakni bunuh diri egoistik (masalah pribadi), altruistik (untuk kelompok), anomik (ketiadaan kelompok/norma), dan fatalistik (akibat tekanan kelompok). Berdasarkan hal itu Durkheim berpendapat bahwa faktor derajat keterikatan manusia pada kelompoknya (integrasi sosial) sebagai faktor kunci untuk melakukan bunuh diri.

 Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/



Pierre Guillaurne Frederic Le Play (1806 – 1882)
Le Play, seorang Perancis, adalah salah seorang ahli ilmu pengetahuan kemasyarakatan  terkemuka abad ke-19. Dia berhasil mengenalkan suatu metode tertentu di dalam meneliti dan menganalis gejala-gejala sosial yaitu dengan jalan mengadakan observasi terhadap fakta-fakta sosial dan analisis induktif. Kemudian dia juga menggunakan metode case study dalam penelitian-penelitian sosial. 
Penelitian-penelitiannya terhadap masyarakat menghasilkan dalil bahwa lingkungan geografis menentukan jenis pekerjaan, dan hal ini mempengaruhi organisasi ekonomi, keluarga serta lembaga-lembaga lainnya. Keluarga merupakan objek utama dalam penyelidikan. Dia berkeyakinan bahwa anggaran belanja suatu keluarga merupakan ukuran kuantitatif bagi kehidupan keluarga sekaligus menunjukkan kepentingan keluarga tersebut. Akhirnya dikatakan bahwa organisasi sosial keluarga sepenuhnya terikat pada anggaran keluarga tersebut. Karya-karyanya yang telah diterbitkan antara lain European Workers (1855), Social Reform in France (1864), The Organization of the Family (1871), dan The Organization of Labor (1872).
 Sumber: http://rhiziasyifa.blogspot.com/2012/07/tokoh-tokoh-sosiologi_19.html 




Karl Marx: Sosiologi Marxis 
Jerman (1818-1883)


Karl Marx (1818-1883) melalui pendekatan materialisme historis percaya bahwa penggerak sejarah manusia adalah konflik kelas. Marx memandang bahwa kekayaan dan kekuasaan itu tidak terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Oleh karena itu kaum penguasa yang memiliki alat produksi (kaum borjuis/kapitalis) senantiasa terlibat konflik dengan kaum buruh yang dieksploitasi (kaum proletar).

Sosiologi Marxis tentang kapitalisme menyatakan bahwa produksi komoditas mau tak mau membawa sistem sosial yang secara keseluruhan merefleksikan pengejaran keuntungan ini. Nilai-nilai produksi merasuk ke semua bidang kehidupan. Segala sesuatunya, penginapan, penyedia informasi, rumah sakit, bahkan sekolah kini menjadi bisnis yang menguntungkan. Tingkat keuntungannya menentukan berapa banyak staf dan tingkat layanan yang diberikan. Inilah yang dimaksud Marx bahwa infrastruktur ekonomi menentukan suprastruktur (kebudayaan, politik, hukum, dan ideologi).

Pendekatan Sosiologi Marxis menyimpulkan mengenai ide pembaruan sosial yang telah terbukti sebagai ide yang hebat pada abad XX, sebagai berikut (Osborne, 1996: 50): semua masyarakat dibangun atas dasar konflik, penggerak dasar semua perubahan sosial adalah ekonomi, masyarakat harus dilihat sebagai totalitas yang di dalamnya ekonomi adalah faktor dominan, perubahan dan perkembangan sejarah tidaklah acak, tetapi dapat dilihat dari hubungan manusia dengan organisasi ekonomi, individu dibentuk oleh masyarakat, tetapi dapat mengubah masyarakat melalui tindakan rasional yang didasarkan atas premis-premis ilmiah (materialisme historis), bekerja dalam masyarakat kapitalis mengakibatkan keterasingan (alienasi), dan dengan berdiri di luar masyarakat, melalui kritik, manusia dapat memahami dan mengubah posisi sejarah mereka.


 Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/


Georg Simmel : Filsafat Uang 
Jerman (1858-1919)

Georg Simmel (1858-1919) sangat terkenal karena karyanya yang spesifik tentang tindakan dan interaksi individual, seperti bentuk-bentuk interaksi, tipe-tipe orang berinteraksi, kemiskinan, pelacuran, dan masalah-masalah berskala kecil lainnya. Karya-karya Simmel ini nantinya menjadi rujukan tokoh-tokoh sosiologi di Amerika.

Karya yang terkenal dari Simmel adalah tentang Filsafat Uang. Simmel sebagai sosiolog cenderung bersikap menentang terhadap modernisasi dan sering disebut bervisi pesimistik. Pandangannya sering disebut Pesimisme Budaya. Menurut Simmel, modernisasi telah menciptakan manusia tanpa kualitas karena manusia terjebak dalam rasionalitasnya sendiri. Sebagai contoh, begitu teknologi industri sudah mulai canggih, maka keterampilan dan kemampuan tenaga kerja secara individual makin kurang penting. Bisa jadi semakin modern teknologi, maka kemampuan tenaga individu makin merosot bahkan cenderung malas.

Di sisi lain, gejala monetisasi di berbagai faktor kehidupan telah membelenggu masyarakat terutama dalam hal pembekuan kreativitas orang, bahkan mampu mengubah kesadaran. Mengapa? Uang secara ideal memang alat pembayaraan, tetapi karena kekuatannya, uang menjadi sarana pembebasan manusia atas manusia. Artinya uang sudah tidak dipahami sebagai fungsi alat, tetapi sebagai tujuan. Kekuatan kuantitatifnya telah mampu mengukur berbagai jarak sosial yang membentang antar individu, seperti cinta, tanggung jawab, dan bahkan mampu membebaskan atas kewajiban dan hukuman sosial. Barang siapa memiliki uang dialah yang memiliki kekuatan.

Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/



 Ferdinand Tonnies : Klasifikasi Sosial 
Jerman (1855-1936)
 
Ferdinand Tonnies (1855-1936) mengkaji bentuk-bentuk dan pola-pola ikatan sosial dan organisasi sehingga menghasilkan klasifikasi sosial. Menurut Tonnies, masyarakat itu bersifat gemeinschaft (komunitas/paguyuban) atau gesselschaft (asosiasi/ patembayan).

Masyarakat gemeinschaft adalah masyarakat yang mempunyai hubungan sosial tertutup, pribadi, dan dihargai oleh para anggotanya, yang didasari atas hubungan kekeluargaan dan kepatuhan sosial. Komunitas seperti ini merupakan tipikal masyarakat pra-industri atau masyarakat pedesaan. Sedangkan pada masyarakat gesselschaft, hubungan kekeluargaan telah memudar, hubungan sosial cenderung impersonal dengan pembagian kerja yang rumit. Bentuk seperti ini terdapat pada masyarakat industri atau masyarakat perkotaan. Tema dasar Tonnies adalah hilangnya komunitas dan bangkitnya impersonalitas. Ini menjadi penting dalam kajian tentang masyarakat perkotaan.

Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/




Herbert Marcuse : One Dimensional Man 
Jerman (1898-1979)
 
Herbert Marcuse (1898-1979) merupakan anggota Mazhab Frankfurt yang setengah hati. Menjadi terkenal selama tahun 1960-an karena dukungannya terhadap gerakan radikal dan anti-kemapanan. Dia pernah dijuluki “kakek terorisme”, merujuk pada kritiknya tentang masyarakat kapitalis, One Dimensional Man (1964) yang berargumen bahwa kapitalisme menciptakan kebutuhan-kebutuhan palsu, kesadaran palsu, dan budaya massa yang memperbudak kelas pekerja.

Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/



 Jurgen Habermas : Komunikasi Rasional 
Jerman, 1929
 
Setelah tahun 1960-an, sosiologi makin menyadari pentingnya faktor kebudayaan dan komunikasi dalam menganalisis masyarakat. Jurgen Habermas (1929- ) menggabungkan kesadaran baru dengan Mazhab Frankfurt. Habermas membicarakan komunikasi rasional dan kemungkinan keberadaannya dalam masyarakat kapitalis. Dalam karyanya The Theory of Communicative Action (1981), Habermas mengemukakan analisis kompleks tentang masyarakat kapitalis dan cara-cara yang mungkin untuk melawan melalui emansipasi komunikatif dan moral.

Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/



 Antonio Gramsci: Hegemoni 
Italia (1891-1937)
 
Antonio Gramsci (1891-1937), seorang sosiolog Italia adalah seorang pemikir kunci dalam pendefinisian ulang perdebatan mengenai kelas dan kekuasaan. Konsepnya tentang Hegemoni menjadi diskusi tentang kompleksitas masyarakat modern. Gramsci menyatakan bahwa kaum Borjuis berkuasa bukan karena paksaan, melainkan juga dengan persetujuan, membentuk aliansi politik dengan kelompok-kelompok lain dan bekerja secara ideologis untuk mendominasi masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat berada dalam keadaan tegang terus-menerus.

Ide mengenai hegemoni (memenangkan kekuasaan berdasarkan persetujuan masyarakat) sangat menarik karena pada kenyataannya individu selalu bereaksi terhadap dan mendefinisi ulang masyarakat dan kebudayaan tempat mereka berada. Ide-ide Gramsci selanjutnya banyak berpengaruh pada studi kebudayaan dan budaya populer.

Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/



 Charles Horton Cooley 
 (1846-1929)
 
 
Charles Horton Cooley (1846-1929) memandang bahwa hidup manusia secara sosial ditentukan oleh bahasa, interaksi dan pendidikan. Secara biologis manusia tiada beda, tapi secara sosial tentu sangat berbeda. Perkembangan historislah yang menyebabkan demikian. Dalam analisisnya mengenai perkembangan individu, Cooley mengemukakan teori yang dikenal dengan Looking Glass-Self atau Teori Cermin Diri. Menurutnya di dalam individu terdapat tiga unsur: 1) bayangan mengenai bagaimana orang lain melihat kita; 2) bayangan mengenai pendapat orang lain mengenai diri kita; dan 3) rasa diri yang bersifat positif maupun negatif.

Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/



 George Herbert Mead (1863-1931)

George Herbert Mead (1863-1931), salah satu tokoh sentra interaksionisme simbolik menggambarkan pembentukan diri” atau tahap sosialisasi dalam ilustrasi pertumbuhan anak, dimana terdapat tiga tahap pertumbuhan anak, yakni 1) tahap bermain (play stage); 2) tahap permainan (game stage); dan 3) tahap mengambil peran orang lain (taking role the other).

Manusia tidak bereaksi terhadap dunia sekitar secara langsung, mereka bereaksi terhadap makna yang mereka hubungkan dengan benda-benda dan kejadian-kejadian sekitar mereka, lampu lalu lintas, antrian pada loket karcis, peluit seorang polisi dan isyarat tangan. W.I. Thomas (1863-1947), mengungkapkan tentang definisi suatu situasi, yang mengutarakan bahwa kita hanya dapat bertindak tepat bila kita telah menetapkan sifat situasinya. Bila seorang laki-laki mendekat dan mengulurkan tangan kanannya, kita mengartikannya sebagai salam persahabatan, bila mendekat dengan tangan mengepal situasinya akan berlainan. Kegagalan merumuskan situasi perilaku secara benar dan bereaksi dengan tepat, dapat menimbulkan akibat-akibat yang kurang menyenangkan.

Sumber:  http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/


 

Copyright © Komunitas Sosial ^_^ Template Design by RzaaL 1306