PENDAHULUAN
Setiap masyarakat senantiasa
mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang
bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan
menempatkan hal tersebut ada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya.
Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan material dari pada kehormatan,
maka mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan material akan menempati
kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain.
Menurut Soerjono Soekanto, setiap masyarakat selalu mempunyai sesuatu yang
dihargai. Sesuatu itu adalah dapat berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, status
kebangsawanan, kekuasaan, atau hal-hal yang bersifat ekonomis[1].
Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi
seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal[2].
Bahkan pada zaman kuno dahulu, filosof Aristoteles (Yunani) mengatakan didalam
Negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, yang melarat, dan
yang berada ditengah-tengahnya[3]. Istilah-istilah
tersebut menandakan adanya kelas-kelas atau tingkatan-tingkatan dalam setiap
masyarakat, baik tingkatan-tingkatan tersebut didasarkan pada ekonomi,
pendidikan, status, atau kekuasaan. Disamping tingkatan-tingkatan tersebut
terdapat pula perbedaan jenis kelamin, ras, suku bangsa, warna kulit, bahasa,
bentuk tubuh dan sebagainya Hal tersebut tidak dimaksudkan untuk
membeda-bedakan keberadaan manusia satu sama lain, melainkan hanya untuk menunjukan kebesaran dan kekuasaan Alllah Manusia diciptakan Allah lengkap
dengan potensi akal dan nafsu. Nabi
Saw. bersabda
[4] Artinya: Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud
radiallahuanhu beliau berkata :
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau
adalah orang yang benar dan dibenarkan :
Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes
mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama
empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari.
Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia
diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya,
amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah
selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli
surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah
ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah
dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan
ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi
telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka
masuklah dia ke dalam surga. (Hadits Riwayat Abu Abdurrahman, ra (Shahih Bukhori
dan Muslim)).
Isi
dari kandungan hadits diatas:
- Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluknya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah kebahagiaan dan kecelakaan
- Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk surga atau neraka, akan tetapi amal perbutan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
- Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
- Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.
- Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hatinya karenanya.
- Kehidupan ada di tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan umurnya.
- Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.
Maka
dengan akal dan nafsu, manusia mempunyai keinginan untuk mengembangkan
hidupnya, karena itulah muncul persaingan antar mereka untuk saling mengungguli
dan saling menguasai dalam berbagai bidang kehidupannya. Baik dibidang ekonomi,
kekuasaan, ilmu pengetahuan, teknologi, budaya ataupun bidang kehidupan
lainnya. Persaingan tersebutlah lambat laun semakin menajam sehingga ada yang
unggul dan ada yang diungguli, ada yang menang dan ada yang kalah. Pihak yang
unggul menjadi kelompok yang berkuasa dan yang diungguli menjadi kelompok yang
dikuasai. Dari fenomena seperti ini, lahirlah pembedaan-pembedaan eksistensi
manusia yang semula diciptakan sama derajatnya menjadi terpilah-pilah pada
lapisan-lapisan tertentu, sehingga muncul kelas-kelas dalam suatu masyarakat
atau yang disebut dengan sistem stratifikasi sosial atau strata sosial. Seorang
sosiolog terkemuka yaitu Pitirim
A. Sorokin[5],
mengatakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat
kedalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis, perwujudannya adalah
adanya kelas-kelas tinggi dan kelas rendah, selanjutnya disebutkan bahwa dasar
dan inti dari lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah adanya ketidakseimbangan
dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai
sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. Akibatnya sesama
anggota masyarakat menilai dan memilah-milah dan diakui ada perbedaan[6].
Stratifiaksi sosial atau strata sosial
merupakan sebuah proses pembedaan individu-individu dalam masyarakat yang
menyebabkan kemunculan satu hierarki yang terdiri dari lapisan atau strata yang
berlainan kedudukannya[7].
Jadi secara umum Stratifikasi sosial adalah hasil dari interaksi sosial dan
merupakan suatu fenomena sosial yang agak meluas dalam semua masyarakat[8].
Dan pada hakekatnya ada tiga aspek yang merupakan karakteristik strifikasi sosial[9]
yang dapat dirinci sebagai berikut:
- Perbedaan dalam kemampuan atau kesanggupan.
- Perbedaan dalam gaya hidup.
- Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya.
Adapun faktor yang menyebabkan seseorang tergolong ke dalam
suatu kelas social tertentu antara lain[10]:
- Kekayaan dan penghasilan
- Pekerjaan
- Pendidikan
Kondisi
yang Mendorong Terjadinya Stratifikasi Sosial / Strata Sosial dalam Masyarakat
Stratifikasi sosial muncul akibat
ada gejala dimana masyarakat mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal
tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan, yakni pembedaan posisi seseorang
atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal. Dasar
dan inti penyebab terjadinya stratifikasi sosial adalah tidak adanya
keseimbangan antara hak dan kewajiban diantara warga masyarakat sehingga rasa
tanggungjawab sosial menipis kemudian disusul ketimpang kepemilikan nilai dan
harga. Akibatnya sesama anggota masyarakat menilai dan memilah-milah dan diakui
ada perbedaan.
Berikut beberapa kondisi umum yang
mendorong terciptanya stratifikasi sosial/strata sosial masyarakat adalah[11]
:
- Perbedaan ras dan budaya, yaitu ketidaksamaan ciri biologis seperti warna kulit, latar belakang etnis, dan budaya dapat menagarah pada stratifikasi sosial dalam masyarakat, dimana cenderung terjadi suatu kelompok menguasai suatu kelompok yang lain.
- Pembagian tugas, dimana pembagian tugas dalam masyarakat meunjukan sistem spesialisasi.
- Kelangkaan, yaitu secara berangsur-angsur stratifikasi sosial terwujud karena alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau langka.
Selain itu juga ada beberapa unsur yang
membentuk stratifikasi sosial dalam masyarakat, yaitu: kedudukan (status) dan
peran (role)[12].
Dan untuk penjelasan lebih lanjut berikut merupakan pengertian secara konkrit
dari kedudukan dan peran.
- Kedudukan (status), secara abstrak berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu. Status adalah kedudukan sosial individu dalam suatu kelompok atau suatu tingkat sosial dari suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok-kleompok lainnya. (Cohen, 1992:76)[13]. Untuk mengukur status seseorang menurut Pitirim Sorokin secara rinci dapat dilihat dari:
Ø Jabatan dan pekerjaannya.
Ø Pendidikan dan luasnya ilmu
pengetahuan
Ø Kekayaan
Ø Politis
Ø Keturunan
Ø Agama
Dalam masyarakat sering kali
kedudukan dibedakan menjadi dua macam yaitu:
Ø Ascribed Status (status keturunan)[14],
status ini diartikan sebagai kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa
memperhatikan perbedaan seseorang. Kebanyakan ascribed status dijumpai pada
masyarakat dengan system pelapisan sosial yang tertutup, seperti system
pelapisan berdasarkan perbedaan rasa tau agama.
Ø Achieved Status (status prestasi)[15],
yaitu kedudukan yang dicapai oeh seseorang dengan usaha-usaha yang sengaja
dilakukan, dan bukan diperoleh karena kelahiran. Kedudukan ini bersifat terbuka
bagi siapa saja tergantung dari kemampuan dari masing-masing orang dalam
mengejar dan mencapai tujuan-tujuannya.
Ø Assigned status, yaitu kedudukan
yang diberikan[16],
assigned status sangat erat hubungannya dengan achieved status, artinya suatu
kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang
karena telah berjasa kepada masyarakat.
- Peran (Role), adalah suatu perilaku yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang menduduki status tertentu[17]. Sebagaimana kedudukan, maka setiap orang pun dapat mempunyai macam-macan peran yang berasal dari pola pergaulan hidupnya. Peran yang melekat pada diri seseorang, harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Peranan juga dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran sendiri adalah sebagai berikut:
Ø Memberi arah pada proses sosialisasi
Ø Pewarisan tradisi, kepercayaan,
nilai-nilai dan norma dan pengetahuan
Ø Dapat mempersatukan kelompok atau
masyarakat
Ø Menghidupkan sistem pengendali dan
kontrol, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.
Penggolongan Strata Sosial /
Stratifikasi Sosial
A.
Penggolongan Strata Sosial secara Sosiologis
Kelas sosial atau lapisan sosial
adalah kenyataan sosial yang sangat penting. Ia sangat menentukan masa depan
dan mewarnai perkembangan kepribadian seseorang[18].
Adanya sistem lapisan atau kelas-kelas dalam masyarakat dapat terjadi dengan
sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada pula yang
sengaja disusun untuk mengejar suatu
tujuan bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan
masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur,
sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga
harta dalam batas-batas tertentu.[i]
Alasan-alasan yang diapakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada
masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama adalah kepandaian
berburu. Sedangkan pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam, maka
kerabat pembuka tanah dianggap sebagai orang-orang yang menduduki lapisan
tinggi[19]. Jadi secara teoritis, semua manusia dapat
dianggap sederajat. Akan tetapi sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok
sosial, halnya tidaklah demikian[20].
Pembedaan atas lapisan atau kelas-kelas merupakan gejala universal yang
merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Dalam masyarakat terdapat
lapisan-lapisan atau kelas-kelas yang digolongkan dalam beberapa bentuk,
diantaranya adalah :
- Pelapisan berdasarkan kriteria ekonomi. Pelapisan ini terjadi pada masyarakat yang telah mengalami proses industrialisasi. Setiap pelapisan dalam stratifikasi ekonomi disebut kelas ekonomi atau sering disebut kelas saja, yang terbagi dalam beberapa kelas[21] yaitu:
Ø Kelas atas (Upper Class) :
§ Kelas Atas Atas (Aa)
§ Kelas Atas Menengah (Am)
§ Kelas Atas Bawah (Ab)
Ø Kelas menengah (Middle Class)
§ Kelas Menengah Atas (Ma)
§ Kelas Menengah Menengah (Mm)
§ Kelas Menengah Bawah (Mb)
Ø Kelas Bawah (Lower Class)
§ Kelas Bawah Atas (Ba)
§ Kelas Bawah Menengah (Bm)
§ Kelas Bawah Bawah (Bb)
- Pelapisan berdasarkan kriteria sosial. Pada pelapisan sosial berdasarkan kriteria sosial, masyarakat terdiri atas beberapa pelapisan atau strata yang disebut kelas sosial atau kasta atau stand. Robert M.Z. Lawang mengemukakan dua pengertian status ditinjau secara objektif dan subjektif[22].
Ø Secara Objektif. Status merupakan
suatu tatanan hak dan kewajiban secara hierarki dalam suatu struktur formal
organisasi.
Ø Secara subyektif. Status merupakan
hasil penelitian orang lain terhadap diri seseorang yang dengan siapa dia
berhubungan.
- Pelapisan social berdasarkan kriteria politik. Menurut Mac Iver, ada tiga pola umum sistem pelapisan kekuasaan antara lain[23]:
Ø Tipe Kasta. Tipe kasta memiliki
sistem pelapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku. Contoh
pada masyarakat Hindu India, yang terdiri dari kelas[24]
:
§ Raja (penguasa)
§ Para bangsawan
§ Orang yang bekerja dipemerintahan
§ Para pegawai rendah
§ Tukang/petani
§ Petani/buruh tani
§ Budak-budak
Ø Tipe Oligarkhis. Tipe Oligarkhis
memiliki tipe pelapisan kekuasaan yang menggambarkan garis pemisah yang tegas
diantara pelapisan akan tetapi perbedaan antara pelapisan satu dengan yang
lainnya tidak begitu mencolok[25].
§ Raja/penguasa
§ Bangsawan dan macam-macam tingkatan
§ Penguasa tinggi/sipil/militer
§ Orang-orang yang kaya, penguasa dan
sebagainya
§ Pengacara
§ Tukang dan Pedagang
§ Petani, buruh tani, budak
Ø Tipe Demokratis. Tipe demokratis
adalah tipe yang tampak dengan adanya garis pemisah antar pelapisan yang
sifatnya bergerak[26].
Kelas-kelasnya terbagi dalam:
§ Para pemimpin parpol, orang kaya,
para pemimpin orgnisasi besar
§ Pejabat administratif atas dasar
keahlian
§ Ahli teknik, para petani dan
pedagang
§ Pekerja rendahan dan petani rendahan
B. Penggolongan Strata Sosial dalam
Islam
- Strata Sosial atas pemilikan dasar ekonomi
Allah
Swt, berfirman:
Artinya:
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu
dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan
(rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang
mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka
mengingkari nikmat Allah?”. (QS. An-Nahl [16] : 71)[27]
Nabi Saw. bersabda[28]:
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Zuhair
bin Harb dan Ibnu Numair keduanya berkata, telah menceritakan kepada
kami Sufyan bin Uyainah dari Abu Zinad dari Al A'raj dari Abu
Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya
harta dunia, akan tetapi kekayaan yang hakiki itu adalah kaya akan jiwa.". (Hadis riwayat Abu Hurairah ra., (Shahih
Muslim No.1741)).
Isi dari kandungan hadits diatas: menyatakan
bahwa kekayaan itu bukan dilihat dari seberapa besar seseorang itu memiliki
kekayaan tapi yang terpenting adalah kekayaan hati yang dimilki oleh seseorang.
- Strata Sosial atas dasar jenis kelaminn dan kekerabatan
Allah
Swt, berfirman:
Artinya: “Allah
mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh
ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
(QS. An-Nisa’ [4]: 11)[29].
- Strata Sosial atas dasar status sosial. Allah Swt, berfirman:
- Strata Sosial atas dasar etnik atau ras
Allah
Swt, berfirman:
Artinya: “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat : 13)[31]
- Strata sosial atas dasar keagamaan
Allah
Swt, berfirman:
Artinya: “Katakanlah:
"Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah”. (QS. Al-Kafirun: 1-4)[32]
Nabi Saw.
bersabda[33]:
Artinya: Dan telah
menceritakan kepada kami Manshur bin Abu Muzahim telah menceritakan
kepada kami Ibrahim bin Sa'd. (dalam riwayat lain disebutkan) telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin Ja'far bin Ziyad telah mengabarkan
kepada kami Ibrahim -yaitu bin Sa'd- dari Ibnu Syihab dari Sa'id
bin al-Musayyab dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya, Amal apa yang paling utama? '
Beliau menjawab, Iman kepada Allah. Dia bertanya lagi, Kemudian apa? Beliau
menjawab, Jihad di jalan Allah. Dia bertanya lagi, Kemudian apa? Beliau
menjawab, Haji yang mabrur. Dan dalam riwayat Muhammad bin Ja'far, 'Iman
kepada Allah dan Rasul-Nya'. Dan telah menceritakan tentangnya kepadaku Muhammad
bin Rafi' dan Abd bin Humaid dari Abdurrazzaq telah
mengabarkan kepada kami Ma'mar dari az-Zuhri dengan sanad ini
semisalnya. (Hadis
riwayat Abu Hurairah ra.,(Shahih Muslim No.118)).
Isi kandungan dari hadits diatas
yaitu: Menerangkan bahwa iman kepada
Allah Taala merupakan amal paling utama dibandingkan dengan amalan lainnya.
- Strata Sosial atas kepemilikan ilmu pengetahuan
Allah
Swt, berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah: 11)[34]
Nabi
Saw. bersabda[35]:
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh telah menceritakan kepada
kami 'Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Abu At Tayyah
telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik dia berkata; Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda: Diantara
tanda-tanda terjadinya hari kiamat yaitu: diangkatnya ilmu, kebodohan
merajalela, banyaknya orang yang meminum minuman keras, dan zina dilakukan
dengan terang-terangan.
(Hadis riwayat Anas bin Malik ra.,(Shahih Muslim No.4824)).
Isi kandungan dari hadits diatas yaitu: Menceritakan tentang ilmu yang pada
akhir zaman kelak ilmu akan diangkat dan diambil, lalu timbul kebodohan dan
berbagai fitnah yang menghinggapi seluruh umat manusia.
- Strata sosial atas dasar amal saleh
Allah
Swt, berfirman:
Artinya: “Dan bahwasanya
seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.
(QS. An-Najm: 39)[36]
Nabi
Saw. bersabda[37]:
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Yahya At Taimi dan Zuhair bin Harb keduanya dari Ibnu Uyainah
berkata Yahya: Telah mengkhabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah
dari Abdullah bin Abu Bakar berkata: Aku mendengar Anas bin Malik
berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: Mayit diikuti oleh tiga hal, yang dua kembali dan yang satu menetap; ia
diikuti keluarga, harta dan amalnya, keluar dan hartanya kembali sedangkan
amalnya menetap. (Hadis
riwayat Anas bin Malik ra.,(Shahih Muslim No.5260)).
Isi kandungan dari hadits diatas
yaitu: Menerangkan tentang amalan manusia yang kelak akan membawanya hingga ke
ajal menjemputnya yaitu amal shalehnya, bukan harta dan keluarganya.
Stratifikasi Sosial/Strata Sosial
dalam Ajaran Nabi Muhammad dan Karl Max
Kemiskinan,
eksploitasi ekonomi, feodalisme dan perbudakan telah menyebabkan stratifikasi
sosial yang tidak adil, terutama bagi masyarakat proletar. Para kapitalis dan
golongan borjuis lainnya, secara terstruktur menindas golongan lemah, mereka
memanfaatkan golongan orang-orang yang lemah ini untuk mengeruk keuntungannya
sendiri. Sehingga kemiskinan yang terstruktur ini tak pernah reda dan selalu
mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu. Tindakan pengeskploitasian tenaga
orang-orang miskin yang dibayar rendah ini kemudian menimbulkan gerakan
perlawanan yang menuntut keadilan dan persamaan hak di antara sesama warga
negara.
Kehadiran
Karl Marx di tengah-tengah sibuknya pengeksploitasian ekonomi atas orang-orang
miskin ini, memberikan angin perubahan bagi mereka. Maka, kemudian ajaran
sosialisme yang dibawa Marx, pada satu sisi, mendapat sambutan yang
menggembirakan dari para kaum proletar. Sementara, pada sisi yang lain,
terutama bagi para kapitalis, kemuculan Marx di tengah-tengah kaum miskin ini
merupakan sebuah ancaman besar yang menawarkan nasib suram atas masa depan
mereka. Sosialisme yang digagas Marx mencoba untuk mengangkat derajat
orang-orang miskin yang tertindas dan mendirikan masyarakat egaliter di
tengah-tengah gempuran pengaruh kapitalisme Barat. Ajaran sosialismenya mencoba
untuk menghapuskan sistem stratifikasi sosial di tengah-tengah masyarakat yang
selama ini hanya menguntungkan para kaum borjuis-kapitalis dan merugikan kaum
miskin. Hingga saat ini, sosialisme yang diperkenalkan Marx masih memiliki
posisi yang sangat dominan di beberapa wilayah negara di belahan dunia, yang
meskipun pada Perang Dunia II telah dimenangkan ideologi demokrasi yang dibawa
Amerika Serikat dan para sekutunya yang merupakan kaum-kaum kapitalis. Berkaca
pada Indonesia sendiri yang menganut Demokrasi Pancasila, pengaruh ajaran Marx
pernah menjadi sebuah kekuatan yang sangat penting, yang dipelopori Partai
Komunis Indonesia (PKI). Bahkan, presiden pertama Indonesia Soekarno,
disinyalir memiliki kedekatan tersendiri dengan kalangan komunis, yang kemudian
dia rintis untuk mencoba menggabungkan tiga pemikiran kenegaraan yang
berkembang di Indonesia saat itu, yakni paham Nasionalis, Agamis dan Komunis ke
dalam satu kekuatan ideologi baru yang kemudian lebih dikenal dengan Nasakom.
Dalam
pandangan Islam, sosialisme yang diusung Marx dengan ajaran persamaan kelas
ini, pada dasarnya tidak memiliki perbedaan pandangan yang cukup berarti dengan
ajaran yang dibawa Rasulullah Muhammad. Menurut Hasan Hanafi, dalam memberikan
pengertian masyarakat tanpa kelas ini, mengatakan bahwa masyarakat tanpa kelas
atau egaliter, yang dalam istilah Marx adalah sosialisme, yakni kehidupan
masyarakat yang menempatkan semua anggota warganya pada posisi yang setara,
tidak ada orang yang kuat, superior dan inferior, penindas dan tertindas.
(Hasan Hanafi, Islam in the Modern World, Volume II). Inilah karakteristik
sosialisme Islam yang terwakili oleh hadirnya para nabi yang memiliki tujuan
untuk membebaskan kaum lemah dan tertindas, memproklamasikan kebenaran,
membangun orde-orde sosial atas dasar kesamaan hak, keadilan sosial, dan
persaudaraan. Kehadiran Muhammad di tengah masyarakat bukan sekedar mengajarkan
kepatuhan kepada Tuhan atas wahyu yang dibawanya. Namun, Muhammad juga
memobilisasi dan memimpin masyarakat untuk melawan ketimpangan sosial. Dalam
iklim masyarakat kapitalistik-eksploitatif, Muhammad bersama para pengikutnya
kaum tertindas berjuang untuk menyuarakan persamaan, persaudaraan, dan
keadilan. Islam sesunguhnya telah mengajarkan tentang penghapusan kelas-kelas
sosial 1200 tahun sebelum Marx mengangkatnya ke permukaan, yang kemudian
dikenal dengan sosialisme. Dalam sejaran Islam, Abu Zar adalah salah seorang
tokoh pencetus pemikiran sosialis Islam periode Muhammad. Muhammad dan Marx
adalah ‘nabi’ bagi para pengikutnya masing-masing. Keduanya sama-sama
mengajarkan sosialisme dan melawan segala bentuk kapitalisme. Dalam ajaran
Islam, derajat seseorang tidak diukur berdasarkan tigginya stratifikasi sosial
di masyarakatnya. Tetapi, keimanan seseoranglah yang manjadi barometer tinginya
derajat seseorang di hadapan Tuhan. Maka, tak heran jika pangikut Muhammad pada
periode Mekah lebih banyak diikuti orang-orang dari golongan stratifikasi
sosial yang paling rendah, seperti orang-orang miskin dan para budak yang
menjadi ajang penindasan bagi para kapitalis Mekah. Dan, Marx hanyalah penerus
perjuangan Muhammad dalam menghapuskan stratifikasi sosial yang hanya
menguntungkan kaum kapital.
Stratifikasi Sosial dalam Pandangan Islam
Kehadiran
Islam ke tengah-tengah masyarakat Jahiliyyah dengan membawa syari'ah
(system hukum) yang sempurna sehingga mampu mengatur relasi yang adil dan
egaliter antar individu manusia dalam masyarakat. Secara prinsip, kemunculan
Nabi Muhammad saw dengan membawa ajaran-ajaran egaliter, dapat dinilai sebagai
sebuah perubahan social terhadap kejahiliyyahan yang sedang terjadi di dalam
masyarakat, terutama system hukumnya, dengan wahyu dan petunjuk dari Allah SWT.
Sebagai konsekuensi dari sebuah transformasi (perubahan)
social, hukum Islam berposisi sebagai hukum yang berbeda dan merombak hukum
Jahiliyyah. Strata sosial yang terjadi pada saat itu sangat
timpang. Perbudakan merajalela, kaum wanita ternista moralitas berada dititik
nadir, dan yang berlaku adalah hukum rimba homo homini lupus.
Nabi Saw. bersabda[38]:
Artinya:
Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan
kepada kami Al Mughirah bin Abdurrahman Al Qurasy dari Abu Zinad
dari Al A'raj dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Perumpamaanku
dengan umatku ialah bagaikan seorang yang menyalakan api. Maka
serangga-serangga berterbangan menjatuhkan diri ke dalam api itu. Padahal aku
telah berusaha menghalaunya. Dan aku, telah mencegah kamu semua agar tidak
jatuh ke api, tetapi kamu meloloskan diri dari tanganku. Dan telah
menceritakannya kepada kami Amru An Naqid dan Ibnu Abu Umar
keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu
Zinad melalui jalur ini dengan Hadits yang serupa. (Hadis riwayat Abu Hurairah ra., (Shahih
Muslim No.4234))
Isi kandungan dari hadits diatas
yaitu: Hadits yang menceritakan tentang kasih
sayang Nabi Saw. terhadap umatnya dan kepedulian beliau memperingatkan mereka
dari hal-hal yang membahayakan dan supaya mereka semua tidak terjerumus ke dalam
lembah kemaksiatan.
Kedatangan
islam manurut Fazlur Rahman dalam pada awalnya memberikan penekanan utama pada
prinsip monotheisme, tertib moral, dan keadilan social ekonomi. Prinsip-prinsip
inilah yang membuat berang pemuka Quraisy karena menganggap prinsip-prinsip itu
mengancam eksistensi mereka. Penekanan Muhammad pada keadilan ekonomi jelas
membuat tersinggung kelompok Oligarkhi yang menguasai perekonomian Mekkah.
Larangan riba jelas mengancam stabilitas mereka. Larangan riba jelas
bertentangan dengan budaya mereka yang merentenkan uang dan barang hingga
berlipat ganda. Tidak tanggung-tanggung jika piutang mereka tidak dibayar
mereka akan menjadi budak si pemberi piutang.
Nabi
Saw. bersabda[39]:
Artinya: Telah
menceritakan kepadaku Harun bin Sa'id al-Aili telah menceritakan kepada
kami Ibnu Wahab dia berkata, telah menceritakan kepada kami Sulaiman
bin Bilal dari Tsaur bin Zaid dari Abu al-Ghaits dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang
dapat menyebabkan kebinasaan. Dikatakan kepada beliau, Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Dosa
menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk
dibunuh kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari
medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina. (Hadis
riwayat Abu Hurairah ra., (Shahih Muslim No.129)).
Isi
kandungan dari hadits diatas yaitu: Menerangkan tentang dosa-dosa besar dan
dosa yang paling besar yang harus dihindari oleh setiap umat manusia.
Kondisi ini amat
mempengaruhi strata sosial masyarakat Arab jahiliyah saat itu. Perjuangan
panjang Muhammad akhirnya sampai juga pada titik kulmunasi, dimana diakhir
hayatnya ia sempat menyaksikan suatu realitas yang ideal bagi masyarakat islam,
yakni masyarakat Madani (civil society). Salah satu tujuan kedatangan Islam
adalah memperbaiki struktur lahiriyah dan batiniyah masyarakat islam. Struktur
sosial yang seimbang jelas merupakan cita-cita setiap peradaban. Neong Muhadiir
guru besar filsafat pendidikan di Yogyakarta mengatakan bahwa sepanjang sejarah
manusia dikenal tiga model struktur sosial masyarakat, yaitu:
·
Struktur piramida atau prisma. Struktur
model piramida atau prisma adalah struktur yang buruk dimana dalam struktur Ini
jumlah masyarakat strata sosial rendah atau miskin paling banyak. Strata ini
akan meningkat secara mengerucut sehingga pada titik paling topnya jumlah
strata sosial yang super tinggi semakin sedikit. Struktur model piramida adalah
bias dari aliran kapitalisme yang mendorong manusia memberlakukan hukum rimba.
·
Piramida terbalik. Struktur model kedua
piramida terbalik dimana jumlah strata tinggi dan kaya paling banyak dan
mendominasi masyarakat hamper mustahil terwujud dalam masyarakat yang besar
seperti Negara. Prinsip aliran ekonomi ini adalah prinsip “maju bersama mundur
bersama”. Makmur sama-sama, melarat juga dibagi rata yang banyak dianut oleh kaum
komunis seperti, Negara RRC.
·
Piramida model ketupat. Neong Muhadir
menyebutnya struktur sosial yang sangat elegan yang dicita-citakan adalah
seperti formasi ketupat banyak ditengah artinya dalam struktur ini strata
menengah adalah strata yang paling banyak dan membesar dari bawah dan
mengerucut ke atas.
Dan
yang menjadi idealism islam adalah Piramida model ketiga. Nabi mengatakan bahwa
sebaik-baik keadaan adalah pertengahan. Islam tidak pernah melarang siapapun
untuk memiliki harta benda yang banyak tapi tidak boleh memonopoli kapital
sehingga merugikan orang lain. Islam juga melarang miskin dan menganjurkan giat
untuk menggapai sejahtera, sebab agama hanya bisa ditegakkan dengan
kesejahteraan kehidupan umat. Islam melarang penumpukan kapital pada satu-satu
kelompok atau individu. Di sisi lain islam juga tidak merestui cara komunisme
yang menggenggam dan menyamakan nasib manusia padahal mausia dalam islam
dianjurkan dan bebas berkompetensi meraih kejayaan, dan kejayaan yang paling
baik adalah pertengahan tidak terlalu kaya dan tidak miskin.
Dalam
pandangannya juga islam memandang bahwa, semua manusia adalah ciptaan Allah.
Semua mempunyai kedudukan yang sama di hadapan-Nya. Yang paling mulia di sisi
Allah adalah yang paling bertaqwa.
Allah
SWT berfirman:
Artinya: "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa
di antara kamu". (QS Al Hujurat: 15)[40].
Dalam hal beribadahpun islam tidak pernah membedakan antara
si kaya dan si miskin, si tua dan si muda dan lain sebagainya, itu yang ada di
dalam agama islam, tetapi didalam masyarakat islam stratifikasi sosial tetap
ada demi keteraturan suatu wilayah tersebut untuk pembagian kerja menurut
proporsi mereka masing-masing. Umat Islam diperintahkan untuk
menghormati orang yang mempunyai keutamaan, apakah itu kekuasaan, ilmu,
kekayaan, dan kehormatan, bila semua itu dalam konteks ketaqwaan. Penguasa
yang adil sangat dimuliakan dalam Islam. Kita harus taat padanya. Orang yang
berilmu ('alim) sangat dimuliakan dalam Islam. Kita harus menghormatinya. Orang
kaya yang dermawan, mempunyai kedudukan yang mulia dalam Islam. Kita harus
menghormatinya.
Nabi Saw. bersabda[41]:
Artinya:
Dan telah menceritakan kepadaku Al Qasim bin Zakariya Telah menceritakan
kepada kami Khalid bin Makhlad telah menceritakan kepadaku Sulaiman
bin Bilal telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah bin Abu Muzarrid
dari Sa'id bin Yasar dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Tidaklah
seorang hamba memasuki waktu pagi pada setiap harinya, kecuali ada dua malaikat
yang turun. Salah satunya memohon: 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi dermawan
yang menyedekahkan hartanya.' Dan satu lagi memohon: 'Ya Allah, musnahkanlah
harta si bakhil. (Hadis
riwayat Abu Hurairah ra., (Shahih Muslim No. 1678))
Isi
kandungan dari hadits diatas yaitu: Menceritakan tentang orang yang suka berinfak
dan orang yang enggan berinfak
Orang yang berjasa
kepada masyarakat, mempunyai kedudukan yang mulia dalam Islam. Kita harus
menghormatinya. Itu artinya, adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat
merupakan hal yang wajar. Karena anggota masyarakat mempunyai perbedaan
kelebihan. Penghormatan kepada orang yang mempunyai kelebihan, dalam konteks
ketaqwaan, juga diperintahkan dalam Islam. Namun, ada tapinya. Bila strata itu
dalam konteks kasta, seperti kasta di India, yang menetapkan kasta tertentu
lebih tinggi kedudukannya dan ada beberapa aturan yang membeda-bedakan antar
kasta, hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam.
KESIMPULAN
Stratifikasi sosial muncul akibat
ada gejala dimana masyarakat mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal
tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan, yakni pembedaan posisi seseorang
atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal. Dasar
dan inti penyebab terjadinya stratifikasi sosial adalah tidak adanya
keseimbangan antara hak dan kewajiban diantara warga masyarakat sehingga rasa
tanggungjawab sosial menipis kemudian disusul ketimpang kepemilikan nilai dan
harga. Akibatnya sesama anggota masyarakat menilai dan memilah-milah dan diakui
ada perbedaan. Nabi mengatakan bahwa sebaik-baik
keadaan adalah pertengahan. Islam tidak pernah melarang siapapun untuk memiliki
harta benda yang banyak tapi tidak boleh memonopoli kapital sehingga merugikan
orang lain. Islam juga melarang miskin dan menganjurkan giat untuk menggapai
sejahtera, sebab agama hanya bisa ditegakkan dengan kesejahteraan kehidupan
umat. Islam melarang penumpukan kapital pada satu-satu kelompok atau individu. Dalam
pandangannya juga islam memandang bahwa, semua manusia adalah ciptaan Allah.
Semua mempunyai kedudukan yang sama di hadapan-Nya. Yang paling mulia di sisi
Allah adalah yang paling bertaqwa.
Dalam hal beribadahpun islam tidak pernah membedakan antara si
kaya dan si miskin, si tua dan si muda dan lain sebagainya, itu yang ada di
dalam agama islam, tetapi didalam masyarakat islam stratifikasi sosial tetap
ada demi keteraturan suatu wilayah tersebut untuk pembagian kerja menurut
proporsi mereka masing-masing. Umat Islam diperintahkan untuk
menghormati orang yang mempunyai keutamaan, apakah itu kekuasaan, ilmu,
kekayaan, dan kehormatan, bila semua itu dalam konteks ketaqwaan. Penguasa
yang adil sangat dimuliakan dalam Islam. Kita harus taat padanya. Orang yang
berilmu ('alim) sangat dimuliakan dalam Islam. Kita harus menghormatinya. Orang
kaya yang dermawan, mempunyai kedudukan yang mulia dalam Islam. Kita harus
menghormatinya. Orang yang berjasa kepada masyarakat, mempunyai kedudukan yang
mulia dalam Islam. Kita harus menghormatinya. Itu artinya, adanya stratifikasi
sosial dalam masyarakat merupakan hal yang wajar. Karena anggota masyarakat
mempunyai perbedaan kelebihan. Penghormatan kepada orang yang mempunyai
kelebihan, dalam konteks ketaqwaan, juga diperintahkan dalam Islam.
Pootnoet:
[1]Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta, “Dasar-Dasar Sosiologi”, Stratifikasi dan Mobilitas Sosial, Yogyakarta,
2009, halaman. 51
[2]Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, Stratifikasi Sosial, Jakarta, 1990, halaman. 227.
[5]Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, Stratifikasi Sosial, Jakarta, 1990, halaman. 227.
[6]Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta, “Dasar-Dasar Sosiologi”, Stratifikasi dan Mobilitas Sosial, Yogyakarta,
2009, halaman. 52.
[7]M.Taufik Rahman “Glosari Teori Sosial” Stratifikasi Sosial, Bandung, 2011, halaman 118.
[9]Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta, “Dasar-Dasar Sosiologi”, Stratifikasi dan Mobilitas Sosial, Yogyakarta,
2009, halaman. 53.
[11]Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta, “Dasar-Dasar Sosiologi”, Stratifikasi dan Mobilitas Sosial, Yogyakarta,
2009, halaman. 52.
[14]Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta, “Dasar-Dasar Sosiologi”, Stratifikasi dan Mobilitas Sosial, Yogyakarta,
2009, halaman. 59.
[19]Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, Stratifikasi Sosial, Jakarta, 1990, halaman. 230
[21]Celcius, LKS Sosiologi Kelas XI, Stratifikasi
Sosial, halaman 20.
[22]Celcius, LKS Sosiologi Kelas XI, Stratifikasi
Sosial, halaman 20.
[25]Celcius, LKS Sosiologi Kelas XI, Stratifikasi
Sosial, halaman 21.
[26]Celcius, LKS Sosiologi Kelas XI, Stratifikasi
Sosial, halaman 22.
[27]Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Al-qur’an dan Terjemahannya
[28]Kumpulan & Referensi Belajar HaditsSumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih Muslim “Bab Zakat”.
[29]Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Al-qur’an dan Terjemahannya
[31]Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Al-qur’an dan Terjemahannya
[33]Kumpulan & Referensi Belajar HaditsSumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih Muslim “Bab Iman”.
[34]Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Al-qur’an dan Terjemahannya
[35]Kumpulan & Referensi Belajar HaditsSumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih Muslim “Bab Ilmu”.
[36]Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Al-qur’an dan Terjemahannya
[37]Kumpulan & Referensi Belajar HaditsSumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih Muslim “Bab Zuhud”.
[38]Kumpulan & Referensi Belajar HaditsSumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih Muslim “Bab Keutamaan”.
[39]Kumpulan & Referensi Belajar HaditsSumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih Muslim “Bab Imam”.
[40]Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Al-qur’an dan Terjemahannya
[41]Kumpulan & Referensi Belajar HaditsSumber :
http://hadith.al
islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND, Kumpulan Hadits dari Shahih Muslim “Bab Zakat”.
DAFTAR
PUSTAKA
- Ahmad Sunarto, dkk. 1993. Kitab Tarjamah Shahih Bukhari. Semarang. CV. Asy Syifa’.
- Arman Arroisi. 1995. Refleksi Ajaran Tuhan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
- H.U. Saifuddin ASM. 2000. Percikan Hadits. Bandung. Mudzakarah.
- Imam Nawawi. 1999.Terjemah Riyadhus Shalihin. Jilid 1. Jakarta. Pustaka Imani.
- M. Taufik Rahman, Ph.D. 2011. Glosari Teori Sosial. Bandung. Ibnu Sina Press.
- Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
- Sofyan Efendi. Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber : Kumpulan Hadits dari Shahih Muslim & Shahih Bukhari.http://hadith.alislam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND
- Sofyan Efendi. Kumpulan & Referensi Belajar Hadits Sumber : Al-qur’an dan Terjemahannya. http://hadith.al islam.com/bayan/Tree.asp?Lang = IND
- Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi. Yogyakarta. Graha Ilmu.